BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan nilai berperanan penting dalam upaya mewujudkan manusia
Indonesia yang utuh. Pembinaan nilai sebagai bagian yang tak terpisahkan dari
pendidikan dapat menjadi sarana ampuh dalam menangkal pengaruh-pengaruh negatif,
baik pengaruh yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Sejalan dengan
derap laju pembangunan dan laju perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan
seni (IPTEKS), serta arus reformasi sekarang ini, pembinaan nilai semakin
dirasa penting sebagai salah satu alat pengendali bagi tercapainya tujuan
pendidikan nasional secara utuh. Namun, sekarang ini tampak ada gejala di
kalangan anak muda, bahkan orang tua yang menunjukkan bahwa mereka mengabaikan
nilai dan moral dalam tata krama pergaulan yang sangat diperlukan dalam suatu
masyarakat yang beradab (civil society). Dalam era reformasi sekarang ini
seolah-olah orang bebas berbuat apa saja sesuai dengan kehendaknya. Misalnya,
perkelahian massal, penjarahan, pemerkosaan, pembajakan kendaraan umum,
penghujatan, perusakan tempat ibadah, lembaga pendidikan, kantor-kantor
pemerintahan dan sebagainya, yang menimbulkan korban jiwa dan korban
kemanusiaan.
Bangsa Indonesia saat ini tidak hanya mengalami proses pendangkalan
nilai yang seharusnya dimiliki serta dihayati dan dijunjung tinggi. Nilai-nilai
itu kini bergeser dari kedudukan dan fungsinya serta digantikan oleh
keserakahan, ketamakan, kekuasaan, kekayaan dan kehormatan. Dengan pergeseran
fungsi dan kedudukan nilai itu, kehidupan bermasyarakat dan berbangsa dirasakan
semakin hambar dan keras, rawan terhadap kekerasan, kecemasan, bentrok fisik
(kerusuhan) dan merasa tidak aman. Dekadensi moral juga tercermin dalam sikap
dan perilaku masyarakat yang tidak dapat menghargai orang lain, hidup dan
perikehidupan bangsa dengan manusia sebagai indikator harkat dan martabatnya.
Nilai-nilai moral menempatkan hak asasi manusia (HAM) sebagai ukuran pencegahan
pelanggaran-pelanggaran berat, seperti pembunuhan, pemerkosaan, perkelahian,
penculikan, pembakaran, perusakan dan lain-lain.
Dengan demikian, salah satu problematika kehidupan bangsa yang
terpenting di abad ke-21 adalah nilai moral dan akhlak. Kemerosotan nilai-nilai
moral yang mulai melanda masyarakat kita saat ini tidak lepas dari
ketidakefektifan penanaman nilai-nilai moral, baik di lingkungan keluarga,
sekolah dan masyarakat secara keseluruhan. Efektivitas paradigma pendidikan
nilai yang berlangsung di jenjang pendidikan formal hingga kini masih sering
diperdebatkan.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas, maka kami menyusun
sebuah makalah sederhana yang berjudul “Latar Belakang Dan Sebab-Sebab Lahirnya
Pendidikan Nilai Di Dunia Pendidikan” sebagai sebuah atensi dalam membumikan
Pendidikan Nilai di Indonesia pada umumnya dan khususnya di lembaga-lembaga
pendidikan itu sendiri.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat disimpulkan beberapa poin
rumusan masalah diantaranya yaitu :
1.
Bagaimana
latar belakang pendidikan nilai di dunia pendidikan ?
2.
Bagaimana
sebab-sebab lahirnya pendidikan nilai di dunia pendidikan ?
3.
Bagaimana
arah dan tujuan pendidikan nilai di sekolah ?
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan Penulisan dapat di uraikan sebagai berikut :
1.
Agar
dapat mengetahui latar belakang pendidikan nilai di dunia pendidikan ?
2.
Agar
dapat mengetahui sebab-sebab lahirnya pendidikan nilai di dunia pendidikan ?
3.
Agar
dapat mengetahui arah dan tujuan pendidikan nilai di sekolah ?
D.
Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan dalam makalah ini yaitu, kita atau pembaca dapat
memahami dan mengetahui mengenai wawasan pemahaman mengenai Latar belakang dan
sebab-sebab lahirnya pendidikan nilai di dunia pendidikan. Untuk memperluas
wawasan dan pandangan mahasiswa/mahasiswi terhadap prospek perkembangan pendidikan
nilai.
E.
Sistematika Penulisan
Dalam sistematika penulisan, kami merangkum tiga bab. Bab pertama
yaitu terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penulisan dan sistematika penulisan. Bab ke dua membahas mengenai Latar
belakang dan sebab-sebab lahirnya pendidikan nilai di dunia pendidikan. Bab ke
tiga yaitu bab penutup membahas mengenai kesimpulan dan saran-saran.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Latar Belakang Pendidikan Nilai
Historis perkembangan Pendidikan
Nilai tidak lepas dari lahirnya konsep Pendidikan Umum (General Education).
Fenomena spesialisasi dan fragmentasi kurikulum yang berlebihan, studi studi
liberals yang cenderung sangat teknis, dan kekurangpedulian pada persoalan
persoalan kemanusiawian yang lebih mendasar telah memicu pemikiran ke arah
pengembangan pendidikan umum.
Pendidikan umum mempersiapkan
generasi terdidik agar dapat hidup aktif dan bemanfaat baik sebagai anggota
keluarga, angkatan kerja yang dapat melakukan kegiatan dalam bermacam-macam
pekerjaan, maupun sebagai warga negara yang dapat melakukan pengembangan
individu untuk berdaya cipta, penuh dengan kebahagiaan atau kepuasan serta
terintegrasi sebagai tujuan hidup manusia.
Dalam Pendidikan Umum setidaknya
terdapat empat hal yang interdefendensi dalam mengantarkan manusia yang
manusiawi yaitu : Agama, Filsafat, Nilai, dan Sosiologi. Maka Pendidikan Nilai
merupakan salah satu dimensi dari Pendidikan Umum.
Dalam kajian filsafat, nilai
merupakan tema baru dalam filsafat aksiologi. Cabang filsafat yang
mempelajarinya, muncul untuk pertama kalinya pada paroh kedua abad ke-19
(Frondizi, 2001:1). Semenjak zaman Yunani purba, para filosof telah menulis
teori tentang problema nilai. Pada dasarnya dalam persfektif Islam, pendidikan
nilai lahir 14 abad yang silam, bersamaan dengan lahirnya Islam yang dibawakan
oleh Rasulullah saw. Walaupun waktu itu namanya tidak populer dengan istilah
”nilai”. Bahkan jauh sebelum itu, pendidikan nilai lahir bersamaan dengan
risalah kenabian yang dimuali dari Nabi Adam. Pada tataran praksisnya, dari masa
ke masa pendidikan nilai diberbagai belahan dunia dan negara mengalami pasang
surut.
Isu tentang nilai muncul kembali di
panggung peradaban manusia pada masa perang dingin (1945-1989). Menurut
Supriadi (Mulyana, 2004:ii) selama perang dingin isu-isu tentang nilai, moral,
etika, kehidupan, juga kelestarian lingkungan sangat menonjol. Pada era ini
pula, studi tentang polemologi (yang mengkhususkan diri pada asal-usul hakekat)
dan dimensi perdamaian serta cara-cara menciptakannya sangat populer. Orang pun
menjadi sangat sensitif terhadap isu-isu apapun yang bermuatan nilai.
Sekarang penyelidikan tentang apa
yang dinilai manusia dan apa yang harus dinilai, telah menimbulkan perhatian
baru. Penyelidikan mengenai teori umum tentang nilai tersebut; asal, watak, klasifikasi
dan tempat nilai, di dunia terbit secara teratur, dalam surat kabar umum, dan
penerbitan ilmiah. Etik (penyelidikan tentang nilai dalam tingkah laku manusia)
dan estetik (penyelidikan tentang nilai dalam seni) merupakan dua bidang besar
yang berhubungan dengan nilai (Titus, Smith, Nolan, 1984:120).
Di Indonesia sendiri, lahirnya
pendidikan nilai akhir-akhir ini dibidani oleh kegagalan pola pendidikan modern
yang tidak membawa kedamaian dan perbaikan terhadap peradaban manusia. Hegemoni
peradaban Barat yang didominasi oleh pandangan hidup saintifik (scientific
world view) selain mengakibatkan dampak positif (dibidang sain dan teknologi),
juga mengakibatkan dampak negatif terhadap manusia. Dampak negatif tersebut
menjalar juga terhadap bidang ilmiah dengan hebat, khususnya dalam bidang
epistemologi. Hal itu berawal dari para pemikir raksasa yang mencoba mengubah
peradaban manusia. Salah satunya, Rene Descartes (1650 M) sebagai icon Barat,
yang menyandang gelar “bapak filsafat modern” dengan prinsip “Aku berfikir,
maka Aku ada” (cogito ergo sum), berhasil menggiring peradaban manusia sebagai
‘pemuja’ rasio.
Pendidikan era modern tersebut, yang
lebih menitik-beratkan pada pendidikan bebas nilai (value free) telah
memporak-porandakan nilai-nilai luhur kemanusiaan. Perubahan masyarakat akibat
perkembangan IPTEK membawa dampak yang besar pada budaya, nilai dan agama
(Susanto, 1998:109). Derasnya gelombang globalisasi mengakibatkan terjadinya
pergeseran nilai dan terjadinya degradasi moral pada peserta didik. Keluarga
dan sekolah akhir-akhir ini kebanyakan tidak dapat berperan sepenuhnya dalam
pembinaan moral, sehingga pembinaan moral saat ini (di lembaga formal
non-formal, dan in-formal) merupakan sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar
lagi.
Nilai paling dasariyah adalah nilai
yang membuat kita hidup, dan itu disebut nilai kehidupan (living values). Dalam
filsafat aksiologi, nilai memiliki dua aliran utama; pertama objektivisme,
kedua subjektivisme. Aliran objektivisme memandang bahwa nilai ada dengan
sendirinya, tanpa manusia menilainya sekalipun. Nilai ada dan melekat pada
benda, atau materi. Sedangkan aliran subjektivisme memandang bahwa nilai ada
karena manusia menilainya.
Secara yuridis, Pendidikan Nilai di
Indonesia didasarkan pada: 1) Pasal 1 ayat 2 UUSPN 2003, Pendidikan nasional
adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang berakar pada
nilai-nilai agama, kebudayaan nasional dan tanggap terhadap tuntutan perubahan
zaman; 2) Pasal 3 UUSPN 2003, Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab; dan 3) Pasal 4 ayat 3
UUSPN 2003), Pendidikan adalah proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta
didik sepanjang hayat.
Berdasarkan aspek yuridis tersebut,
dapat disimpulkan bahwa pendidikan nilai adalah nilai pendidikan, dengan nilai
kehidupan lebih bermakna. Maka pendidikan nilai di Indonesia meliputi: 1)
Pembinaan watak kepribadian WNI dan kehidupan bangsa; 2) Kecerdasan
intelektual-emosional-spritual dan sosial; dan 3) Kemampuan partisipatif
praksis-fungsional.
B.
Arah, Program, dan Tujuan Pendidikan Nilai di Sekolah
Ke mana arah, apa tujuan, dan
begaimana program pendidikan nilai di sekolah ? Arah pendidikan nilai adalah
sesuai dengan sasaran pendidikan umum pada umumnya, yaitu untuk membentuk
manusia utuh mulai dari bayi, balita, usia anak sekolah, remaja, sampai dewasa.
Pembentukan kepribadian, idealnya pribadi yang manusiawi harus bertahap mulai
dari bayi sampai dewasa dan berkesinambungan sepanjang hayat (Sumaatmadja
2002:121). Dengan kata lain pendidikan nilai juga harus bisa diterapkan dalam
berbagai wilayah pendidikan yaitu pendidikan keluarga, persekolahan, dan
masyarakat. Di era globalisasi sebagai era ketidakpastian ini, moral manusia
semakin rusak, perilaku manusia tidak beradab, dan kondisi masyarakat mencekam
dan menakutkan. Dari kondisi tersebut timbul kekhawatiran terhadap generasi
kehidupan manusia, khususnya dalam pembentukan kepribadian anak, maka
pendidikan nilai menjadi win win solution bagi pembentukan generasi yang baik
untuk masa mendatang.
Tujuan pendidikan nilai adalah human
being sejalan dengan hakikat tujuan pendidikan, yaitu memanusiakan manusia muda
(N. Driyarkara). Pendidikan nilai bertujuan membantu peserta didik untuk bertumbuh
dan berkembang menjadi menjadi pribadi-pribadi yang lebih bermanusiawi (semakin
”penuh” sebagai manusia), berguna dan berpengaruh di dalam masyarakatnya, yang
bertanggung jawab dan bersifat proaktif dan koopreatif, pribadi cerdas,
berkeahlian, tapi tetap humanis.
Bagaimana program pendidikan nilai
di sekolah ? Dewasa ini, program pendidikan nilai seolah tercerai dari
induknya. Program pendidikan nilai dianggap mata-pelajaran khusus (speccial
matter) yang bersinggungan dengan agama, sosial, filsafat atau humaniora.
Padahal dalam pandangan Islam, nilai itu merupakan core (inti) dari setiap
materi pelajaran, dan nilai harus bisa mewarnai terhadap seluruh komponen,
lingkungan, program, atau aktivitas persekolahan. Hal ini sejalan dengan konsep
Islam yang kaffah, universal, dan menjadi rahmat bagi kehidupan dunia (rahmatan
lilalamin).
Pada kenyataannya, sering dijumpai
kerancuan dalam penggunaan istilah “pendidikan Islam”. Bila kita menyebut
Pendidikan Islam, konotasinya sering dibatasi pada “Pendidikan Agama Islam”.
Padahal, bila dikaitkan pada lembaga formal atau non-formal, Pendidikan Agama
Islam hanya terbatas pada bidang-bidang studi Agama, seperti; Tauhid, Fiqih,
Tarikh Nabi, Al-Quran, Hadis (Achmadi, 2005:28).
Pada tataran praksisnya,
transformasi nilai-nilai moral dari pendidik kepada peserta didik harus
berdasarkan rujukan yang jelas, teruji, dan bisa dipertanggung jawabkan.
Rujukan nilai moral tersebut tidak cukup berdasarkan pada nilai-nilai moral
kemasyarakatan (nilai-nilai insaniyah), tetapi harus memperhatikan pula
nilai-nilai dunia metafisika, atau nilai-nilai transendetal, yang dalam istilah
Imanuel Kant dikenal dengan istilah “ilusi transenden” (a transcendental
illution). Nilai-nilai transendental tersebut dalam konteks agama kita, yakni sumber
ajaran Islam berupa nilai-nilai ilahiyah.
Pendidikan nilai, memiliki tujuan
untuk menjadikan peserta didik sebagai manusia utuh, manusia sempurna (insan
kamil). Tercapainya kesempurnaan ditunjukkan oleh terbentuknya pribadi yang
berakhlak al-karimah. Pribadi yang berakhlak adalah pribadi yang memiliki
kemampuan untuk mengelola hidupnya sesuai dengan nilai-nilai (baik Ilahiyah
maupun Insaniyah). Kemampuan seperti itu ada pada kekuatan pribadi dalam
melaksanakan ikhtiar tazkiyat al-nafs melalui riyadhah dan mujahadah, sehingga
terjadi internalisasi nilai. Segala usaha yang bertujuan untuk membina pribadi
mesti diarahkan, agar peserta didik mempunyai kepekaan dan penghayatan atas
nilai-nilai. Usaha-usaha seperti ini disebut pendidikan nilai.
Pendidikan nilai tidak semata-mata
menempatkan sistem nilai sebagai bahan konsultasi dalam merumuskan tujuan
pendidikan, tetapi juga menjadi acuan dalam sistem, dan strategi pendidikan.
Selanjutnya, pada tataran operasional, pendidikan nilai perlu dilaksanakan
dengan format-format yang baru (inovatif), walaupun tidak selalu bersifat
formal dan kurikuler. Nilai bukan hanya sebatas mendorong kerja intelektual
dalam menentukan sikap, atau hasrat untuk memenuhi kebutuhan. Jauh dari itu,
nilai berfungsi membimbing serta membina manusia agar memiliki budi pekerti
yang luhur, dan mampu menemukan eksistensi diri untuk mewujudkan tujuan hidup
yang sesungguhnya.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Terpuruknya bangsa dan negara Indonesia dewasa ini tidak hanya
disebabkan oleh krisis ekonomi melainkan juga oleh krisis nilai dan akhlak.
Oleh karena itu, perekonomian bangsa menjadi ambruk, korupsi, kolusi,
nepotisme, dan perbuatan-perbuatan yang merugikan bangsa merajalela.
Perbuatan-perbuatan yang merugikan dimaksud adalah perkelahian, perusakan,
perkosaan, minum minuman keras, dan bahkan pembunuhan. Keadaan seperti itu,
terutama krisis nilai dan akhlak terjadi karena kesalahan dunia pendidikan atau
kurang berhasilnya dunia pendidikan dalam menyiapkan generasi muda bangsanya.
Dunia pendidikan telah melupakan tujuan utama pendidikan yaitu
mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara simultan dan
seimbang. Dunia pendidikan kita telah memberikan porsi yang sangat besar untuk
pengetahuan, tetapi melupakan pengembangan sikap/nilai dan perilaku dalam
pembelajarannya. Dunia pendidikan sangat meremehkan mata-mata pelajaran yang
berkaitan dengan pembentukan karakter bangsa.
Oleh karena itu, reposisi, re-evaluasi dan redefinisi terhadap
"rumpun" Pendidikan Nilai khususnya, dipandang perlu agar tujuan
kurikuler dan tujuan nasional pendidikan yang bermaksud menyiapkan generasi
bangsa yang berwatak luhur dapat tercapai.
B.
Saran
Makalah ini di sampaikan kepada Sekolah Tinggi Agama Islam Almusaddadiyah
selaku lembaga pendidikan yang mempelajari tentang pendidikan nilai, Yayasan
Almusaddadiyah yang menaungi lembaga ini tidak lupa kepada rekan-rekan
Mahasiswa yang mempelajari mata kuliah pendidikan nilai ini, semoga beramanfaat
dan menjadi bahan referensi juga koreksi dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Elmubarok,
Z. (2008). Membumikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.
Kurniawan,
K. 2008. Paradigma Baru Pendidikan Moral. http://groups.google.co.id, 27
Agustus 2008.
Mulyana,
R. 2004. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.
Sudrajat,
A. (2008) Konsep, Ruang Lingkup dan Sasaran Pendidikan Umum. [Online].
Tersedia: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/11/08/
konsep-ruang-lingkup-dan-sasaran-pendidikan-umum. [11 Nov 2008]
Tiweng,
T. (2008). Penanaman Pendidikan Nilai. [Online]. Tersedia: http://www.
freelists.org/archives/ppi/09-2005/msg00225.html. [11 November 2008]
Trimo.
(2007). Pendekatan Penanaman Nilai dalam Pendidikan. [Online]. Tersedia:
http://re-searchengines.com/0807trimo.html. [16 Sept 2008]
Zakaria,
T.R. (2008) Pendekatan-pendekatan Pendidikan Nilai dan Implementasi dalam
Pendidikan Budi Pekerti. [Online]. Tersedia: http://groups.yahoo. com
/group/pakguruonline/message/131. [11 November 2008)
No comments:
Post a Comment