Friday, March 25, 2016

LATAR BELAKANG PENDIDIKAN NILAI

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Pendidikan nilai berperanan penting dalam upaya mewujudkan manusia Indonesia yang utuh. Pembinaan nilai sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan dapat menjadi sarana ampuh dalam menangkal pengaruh-pengaruh negatif, baik pengaruh yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Sejalan dengan derap laju pembangunan dan laju perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS), serta arus reformasi sekarang ini, pembinaan nilai semakin dirasa penting sebagai salah satu alat pengendali bagi tercapainya tujuan pendidikan nasional secara utuh. Namun, sekarang ini tampak ada gejala di kalangan anak muda, bahkan orang tua yang menunjukkan bahwa mereka mengabaikan nilai dan moral dalam tata krama pergaulan yang sangat diperlukan dalam suatu masyarakat yang beradab (civil society). Dalam era reformasi sekarang ini seolah-olah orang bebas berbuat apa saja sesuai dengan kehendaknya. Misalnya, perkelahian massal, penjarahan, pemerkosaan, pembajakan kendaraan umum, penghujatan, perusakan tempat ibadah, lembaga pendidikan, kantor-kantor pemerintahan dan sebagainya, yang menimbulkan korban jiwa dan korban kemanusiaan.
Bangsa Indonesia saat ini tidak hanya mengalami proses pendangkalan nilai yang seharusnya dimiliki serta dihayati dan dijunjung tinggi. Nilai-nilai itu kini bergeser dari kedudukan dan fungsinya serta digantikan oleh keserakahan, ketamakan, kekuasaan, kekayaan dan kehormatan. Dengan pergeseran fungsi dan kedudukan nilai itu, kehidupan bermasyarakat dan berbangsa dirasakan semakin hambar dan keras, rawan terhadap kekerasan, kecemasan, bentrok fisik (kerusuhan) dan merasa tidak aman. Dekadensi moral juga tercermin dalam sikap dan perilaku masyarakat yang tidak dapat menghargai orang lain, hidup dan perikehidupan bangsa dengan manusia sebagai indikator harkat dan martabatnya. Nilai-nilai moral menempatkan hak asasi manusia (HAM) sebagai ukuran pencegahan pelanggaran-pelanggaran berat, seperti pembunuhan, pemerkosaan, perkelahian, penculikan, pembakaran, perusakan dan lain-lain.
Dengan demikian, salah satu problematika kehidupan bangsa yang terpenting di abad ke-21 adalah nilai moral dan akhlak. Kemerosotan nilai-nilai moral yang mulai melanda masyarakat kita saat ini tidak lepas dari ketidakefektifan penanaman nilai-nilai moral, baik di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat secara keseluruhan. Efektivitas paradigma pendidikan nilai yang berlangsung di jenjang pendidikan formal hingga kini masih sering diperdebatkan.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas, maka kami menyusun sebuah makalah sederhana yang berjudul “Latar Belakang Dan Sebab-Sebab Lahirnya Pendidikan Nilai Di Dunia Pendidikan” sebagai sebuah atensi dalam membumikan Pendidikan Nilai di Indonesia pada umumnya dan khususnya di lembaga-lembaga pendidikan itu sendiri.
B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat disimpulkan beberapa poin rumusan masalah diantaranya yaitu :
1.      Bagaimana latar belakang pendidikan nilai di dunia pendidikan ?
2.      Bagaimana sebab-sebab lahirnya pendidikan nilai di dunia pendidikan ?
3.      Bagaimana arah dan tujuan pendidikan nilai di sekolah ?
C.     Tujuan Penelitian
Tujuan Penulisan dapat di uraikan sebagai berikut :
1.      Agar dapat mengetahui latar belakang pendidikan nilai di dunia pendidikan ?
2.      Agar dapat mengetahui sebab-sebab lahirnya pendidikan nilai di dunia pendidikan ?
3.      Agar dapat mengetahui arah dan tujuan pendidikan nilai di sekolah ?

D.    Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan dalam makalah ini yaitu, kita atau pembaca dapat memahami dan mengetahui mengenai wawasan pemahaman mengenai Latar belakang dan sebab-sebab lahirnya pendidikan nilai di dunia pendidikan. Untuk memperluas wawasan dan pandangan mahasiswa/mahasiswi terhadap prospek perkembangan pendidikan nilai.
E.     Sistematika Penulisan
Dalam sistematika penulisan, kami merangkum tiga bab. Bab pertama yaitu terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penulisan dan sistematika penulisan. Bab ke dua membahas mengenai Latar belakang dan sebab-sebab lahirnya pendidikan nilai di dunia pendidikan. Bab ke tiga yaitu bab penutup membahas mengenai kesimpulan dan saran-saran.










BAB II
PEMBAHASAN
A.     Latar Belakang Pendidikan Nilai
Historis perkembangan Pendidikan Nilai tidak lepas dari lahirnya konsep Pendidikan Umum (General Education). Fenomena spesialisasi dan fragmentasi kurikulum yang berlebihan, studi studi liberals yang cenderung sangat teknis, dan kekurangpedulian pada persoalan persoalan kemanusiawian yang lebih mendasar telah memicu pemikiran ke arah pengembangan pendidikan umum.
Pendidikan umum mempersiapkan generasi terdidik agar dapat hidup aktif dan bemanfaat baik sebagai anggota keluarga, angkatan kerja yang dapat melakukan kegiatan dalam bermacam-macam pekerjaan, maupun sebagai warga negara yang dapat melakukan pengembangan individu untuk berdaya cipta, penuh dengan kebahagiaan atau kepuasan serta terintegrasi sebagai tujuan hidup manusia.
Dalam Pendidikan Umum setidaknya terdapat empat hal yang interdefendensi dalam mengantarkan manusia yang manusiawi yaitu : Agama, Filsafat, Nilai, dan Sosiologi. Maka Pendidikan Nilai merupakan salah satu dimensi dari Pendidikan Umum.
Dalam kajian filsafat, nilai merupakan tema baru dalam filsafat aksiologi. Cabang filsafat yang mempelajarinya, muncul untuk pertama kalinya pada paroh kedua abad ke-19 (Frondizi, 2001:1). Semenjak zaman Yunani purba, para filosof telah menulis teori tentang problema nilai. Pada dasarnya dalam persfektif Islam, pendidikan nilai lahir 14 abad yang silam, bersamaan dengan lahirnya Islam yang dibawakan oleh Rasulullah saw. Walaupun waktu itu namanya tidak populer dengan istilah ”nilai”. Bahkan jauh sebelum itu, pendidikan nilai lahir bersamaan dengan risalah kenabian yang dimuali dari Nabi Adam. Pada tataran praksisnya, dari masa ke masa pendidikan nilai diberbagai belahan dunia dan negara mengalami pasang surut.
Isu tentang nilai muncul kembali di panggung peradaban manusia pada masa perang dingin (1945-1989). Menurut Supriadi (Mulyana, 2004:ii) selama perang dingin isu-isu tentang nilai, moral, etika, kehidupan, juga kelestarian lingkungan sangat menonjol. Pada era ini pula, studi tentang polemologi (yang mengkhususkan diri pada asal-usul hakekat) dan dimensi perdamaian serta cara-cara menciptakannya sangat populer. Orang pun menjadi sangat sensitif terhadap isu-isu apapun yang bermuatan nilai.
Sekarang penyelidikan tentang apa yang dinilai manusia dan apa yang harus dinilai, telah menimbulkan perhatian baru. Penyelidikan mengenai teori umum tentang nilai tersebut; asal, watak, klasifikasi dan tempat nilai, di dunia terbit secara teratur, dalam surat kabar umum, dan penerbitan ilmiah. Etik (penyelidikan tentang nilai dalam tingkah laku manusia) dan estetik (penyelidikan tentang nilai dalam seni) merupakan dua bidang besar yang berhubungan dengan nilai (Titus, Smith, Nolan, 1984:120).
Di Indonesia sendiri, lahirnya pendidikan nilai akhir-akhir ini dibidani oleh kegagalan pola pendidikan modern yang tidak membawa kedamaian dan perbaikan terhadap peradaban manusia. Hegemoni peradaban Barat yang didominasi oleh pandangan hidup saintifik (scientific world view) selain mengakibatkan dampak positif (dibidang sain dan teknologi), juga mengakibatkan dampak negatif terhadap manusia. Dampak negatif tersebut menjalar juga terhadap bidang ilmiah dengan hebat, khususnya dalam bidang epistemologi. Hal itu berawal dari para pemikir raksasa yang mencoba mengubah peradaban manusia. Salah satunya, Rene Descartes (1650 M) sebagai icon Barat, yang menyandang gelar “bapak filsafat modern” dengan prinsip “Aku berfikir, maka Aku ada” (cogito ergo sum), berhasil menggiring peradaban manusia sebagai ‘pemuja’ rasio.
Pendidikan era modern tersebut, yang lebih menitik-beratkan pada pendidikan bebas nilai (value free) telah memporak-porandakan nilai-nilai luhur kemanusiaan. Perubahan masyarakat akibat perkembangan IPTEK membawa dampak yang besar pada budaya, nilai dan agama (Susanto, 1998:109). Derasnya gelombang globalisasi mengakibatkan terjadinya pergeseran nilai dan terjadinya degradasi moral pada peserta didik. Keluarga dan sekolah akhir-akhir ini kebanyakan tidak dapat berperan sepenuhnya dalam pembinaan moral, sehingga pembinaan moral saat ini (di lembaga formal non-formal, dan in-formal) merupakan sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Nilai paling dasariyah adalah nilai yang membuat kita hidup, dan itu disebut nilai kehidupan (living values). Dalam filsafat aksiologi, nilai memiliki dua aliran utama; pertama objektivisme, kedua subjektivisme. Aliran objektivisme memandang bahwa nilai ada dengan sendirinya, tanpa manusia menilainya sekalipun. Nilai ada dan melekat pada benda, atau materi. Sedangkan aliran subjektivisme memandang bahwa nilai ada karena manusia menilainya.
Secara yuridis, Pendidikan Nilai di Indonesia didasarkan pada: 1) Pasal 1 ayat 2 UUSPN 2003, Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman; 2) Pasal 3 UUSPN 2003, Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab; dan 3) Pasal 4 ayat 3 UUSPN 2003), Pendidikan adalah proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sepanjang hayat.
Berdasarkan aspek yuridis tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidikan nilai adalah nilai pendidikan, dengan nilai kehidupan lebih bermakna. Maka pendidikan nilai di Indonesia meliputi: 1) Pembinaan watak kepribadian WNI dan kehidupan bangsa; 2) Kecerdasan intelektual-emosional-spritual dan sosial; dan 3) Kemampuan partisipatif praksis-fungsional.
B.     Arah, Program, dan Tujuan Pendidikan Nilai di Sekolah
Ke mana arah, apa tujuan, dan begaimana program pendidikan nilai di sekolah ? Arah pendidikan nilai adalah sesuai dengan sasaran pendidikan umum pada umumnya, yaitu untuk membentuk manusia utuh mulai dari bayi, balita, usia anak sekolah, remaja, sampai dewasa. Pembentukan kepribadian, idealnya pribadi yang manusiawi harus bertahap mulai dari bayi sampai dewasa dan berkesinambungan sepanjang hayat (Sumaatmadja 2002:121). Dengan kata lain pendidikan nilai juga harus bisa diterapkan dalam berbagai wilayah pendidikan yaitu pendidikan keluarga, persekolahan, dan masyarakat. Di era globalisasi sebagai era ketidakpastian ini, moral manusia semakin rusak, perilaku manusia tidak beradab, dan kondisi masyarakat mencekam dan menakutkan. Dari kondisi tersebut timbul kekhawatiran terhadap generasi kehidupan manusia, khususnya dalam pembentukan kepribadian anak, maka pendidikan nilai menjadi win win solution bagi pembentukan generasi yang baik untuk masa mendatang.
Tujuan pendidikan nilai adalah human being sejalan dengan hakikat tujuan pendidikan, yaitu memanusiakan manusia muda (N. Driyarkara). Pendidikan nilai bertujuan membantu peserta didik untuk bertumbuh dan berkembang menjadi menjadi pribadi-pribadi yang lebih bermanusiawi (semakin ”penuh” sebagai manusia), berguna dan berpengaruh di dalam masyarakatnya, yang bertanggung jawab dan bersifat proaktif dan koopreatif, pribadi cerdas, berkeahlian, tapi tetap humanis.
Bagaimana program pendidikan nilai di sekolah ? Dewasa ini, program pendidikan nilai seolah tercerai dari induknya. Program pendidikan nilai dianggap mata-pelajaran khusus (speccial matter) yang bersinggungan dengan agama, sosial, filsafat atau humaniora. Padahal dalam pandangan Islam, nilai itu merupakan core (inti) dari setiap materi pelajaran, dan nilai harus bisa mewarnai terhadap seluruh komponen, lingkungan, program, atau aktivitas persekolahan. Hal ini sejalan dengan konsep Islam yang kaffah, universal, dan menjadi rahmat bagi kehidupan dunia (rahmatan lilalamin).
Pada kenyataannya, sering dijumpai kerancuan dalam penggunaan istilah “pendidikan Islam”. Bila kita menyebut Pendidikan Islam, konotasinya sering dibatasi pada “Pendidikan Agama Islam”. Padahal, bila dikaitkan pada lembaga formal atau non-formal, Pendidikan Agama Islam hanya terbatas pada bidang-bidang studi Agama, seperti; Tauhid, Fiqih, Tarikh Nabi, Al-Quran, Hadis (Achmadi, 2005:28).
Pada tataran praksisnya, transformasi nilai-nilai moral dari pendidik kepada peserta didik harus berdasarkan rujukan yang jelas, teruji, dan bisa dipertanggung jawabkan. Rujukan nilai moral tersebut tidak cukup berdasarkan pada nilai-nilai moral kemasyarakatan (nilai-nilai insaniyah), tetapi harus memperhatikan pula nilai-nilai dunia metafisika, atau nilai-nilai transendetal, yang dalam istilah Imanuel Kant dikenal dengan istilah “ilusi transenden” (a transcendental illution). Nilai-nilai transendental tersebut dalam konteks agama kita, yakni sumber ajaran Islam berupa nilai-nilai ilahiyah.
Pendidikan nilai, memiliki tujuan untuk menjadikan peserta didik sebagai manusia utuh, manusia sempurna (insan kamil). Tercapainya kesempurnaan ditunjukkan oleh terbentuknya pribadi yang berakhlak al-karimah. Pribadi yang berakhlak adalah pribadi yang memiliki kemampuan untuk mengelola hidupnya sesuai dengan nilai-nilai (baik Ilahiyah maupun Insaniyah). Kemampuan seperti itu ada pada kekuatan pribadi dalam melaksanakan ikhtiar tazkiyat al-nafs melalui riyadhah dan mujahadah, sehingga terjadi internalisasi nilai. Segala usaha yang bertujuan untuk membina pribadi mesti diarahkan, agar peserta didik mempunyai kepekaan dan penghayatan atas nilai-nilai. Usaha-usaha seperti ini disebut pendidikan nilai.
Pendidikan nilai tidak semata-mata menempatkan sistem nilai sebagai bahan konsultasi dalam merumuskan tujuan pendidikan, tetapi juga menjadi acuan dalam sistem, dan strategi pendidikan. Selanjutnya, pada tataran operasional, pendidikan nilai perlu dilaksanakan dengan format-format yang baru (inovatif), walaupun tidak selalu bersifat formal dan kurikuler. Nilai bukan hanya sebatas mendorong kerja intelektual dalam menentukan sikap, atau hasrat untuk memenuhi kebutuhan. Jauh dari itu, nilai berfungsi membimbing serta membina manusia agar memiliki budi pekerti yang luhur, dan mampu menemukan eksistensi diri untuk mewujudkan tujuan hidup yang sesungguhnya.















BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Terpuruknya bangsa dan negara Indonesia dewasa ini tidak hanya disebabkan oleh krisis ekonomi melainkan juga oleh krisis nilai dan akhlak. Oleh karena itu, perekonomian bangsa menjadi ambruk, korupsi, kolusi, nepotisme, dan perbuatan-perbuatan yang merugikan bangsa merajalela. Perbuatan-perbuatan yang merugikan dimaksud adalah perkelahian, perusakan, perkosaan, minum minuman keras, dan bahkan pembunuhan. Keadaan seperti itu, terutama krisis nilai dan akhlak terjadi karena kesalahan dunia pendidikan atau kurang berhasilnya dunia pendidikan dalam menyiapkan generasi muda bangsanya.
Dunia pendidikan telah melupakan tujuan utama pendidikan yaitu mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara simultan dan seimbang. Dunia pendidikan kita telah memberikan porsi yang sangat besar untuk pengetahuan, tetapi melupakan pengembangan sikap/nilai dan perilaku dalam pembelajarannya. Dunia pendidikan sangat meremehkan mata-mata pelajaran yang berkaitan dengan pembentukan karakter bangsa.
Oleh karena itu, reposisi, re-evaluasi dan redefinisi terhadap "rumpun" Pendidikan Nilai khususnya, dipandang perlu agar tujuan kurikuler dan tujuan nasional pendidikan yang bermaksud menyiapkan generasi bangsa yang berwatak luhur dapat tercapai.
B.     Saran
Makalah ini di sampaikan kepada Sekolah Tinggi Agama Islam Almusaddadiyah selaku lembaga pendidikan yang mempelajari tentang pendidikan nilai, Yayasan Almusaddadiyah yang menaungi lembaga ini tidak lupa kepada rekan-rekan Mahasiswa yang mempelajari mata kuliah pendidikan nilai ini, semoga beramanfaat dan menjadi bahan referensi juga koreksi dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Elmubarok, Z. (2008). Membumikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.
Kurniawan, K. 2008. Paradigma Baru Pendidikan Moral. http://groups.google.co.id, 27 Agustus 2008.
Mulyana, R. 2004. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.
Sudrajat, A. (2008) Konsep, Ruang Lingkup dan Sasaran Pendidikan Umum. [Online]. Tersedia: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/11/08/ konsep-ruang-lingkup-dan-sasaran-pendidikan-umum. [11 Nov 2008]
Tiweng, T. (2008). Penanaman Pendidikan Nilai. [Online]. Tersedia: http://www. freelists.org/archives/ppi/09-2005/msg00225.html. [11 November 2008]
Trimo. (2007). Pendekatan Penanaman Nilai dalam Pendidikan. [Online]. Tersedia: http://re-searchengines.com/0807trimo.html. [16 Sept 2008]
Zakaria, T.R. (2008) Pendekatan-pendekatan Pendidikan Nilai dan Implementasi dalam Pendidikan Budi Pekerti. [Online]. Tersedia: http://groups.yahoo. com /group/pakguruonline/message/131. [11 November 2008)


LOGO SMP-IT ALKHOIRIYYAH GARUT