MAKALAH
TEORI-TEORI PERKEMBANGAN MANUSIA, HUBUNGAN ANTARA FILSAFAT, MANUSIA
DAN PENDIDIKAN
“Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur mata kuliah
Filsafat Pendidikan”
Dosen : Husnan Sulaiman,
M.pd
Disusun Oleh : Kelompok 1
Abdul Mu’min (14210004)
Ai Anti Srimayanti (14210013)
Cici Lestari (14210029)
Haniah
Siti Nurazizah (14210036)
FAKULTAS TARBIYAH PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM
AL-MUSADDADIYAH
GARUT
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan ke hadirat Alloh SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, solawat
serta salam semoga dilimpah curahkan kepada Nabi Muhamad SAW, Rasululloh
terakhir yang diutus dengan membawa syari’ah yang mudah, penuh rahmat dan
membawa keselamatan dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Berkat karunia serta
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi salah satu
tugas terstruktur pada mata kuliah Filsafat Pendidikan Ilmiah jurusan PAI-A
semester 3. Kami berusaha semaksimal mungkin berkarya dengan harapan makalah
ini dapat membantu pencapaian kompetensi mahasiswa dalam rangka mengingkatkam
kualitas bangsa Indonesia.
Makalah ini disajikan
dengan bahasa yang mudah dipahami serta memuat aspek mengenai Latar Belakang,
sebab-sebab munculnya filsafat pendidikan, dan munculnya filsafat pendidikan
islam.
Semoga makalah ini
bermanfaat bagi pendidikan di Indonesia. Kami mengharapkan saran dan kritik
yang membangun untuk memperbaiki makalah ini yang jauh dari kesempurnaan.
November
2015
Penyusun,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . i
DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
B. .
. . . 1
C. Rumusan
masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . 2
D. Tujuan
penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . 2
E. Manfaat
Penulisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . 2
F. Sistematika
Penulisan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Perkembangan Manusia. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . 3
B. Hubungan Antara Filsafat, Manusia,
dan Pendidikan . . . …. . . . . . . . . . . . . . . . 9
a.
Manusia dan Filsafat…………………………………………………….. 9
b.
Filsafat dan Teori Pendidikan…………………………………………….11
c.
Hubungan antara Filsafat, Manusia dan
Pendidikan……………………..12
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . 16
Saran.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . .
17
DAFTAR
PUSTAKA. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . …. .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Teori perkembangan adalah teori
yang memfokuskan pada perubahan-perubahan dan perkembangan stuktur
jasmani ( biologis), perilaku dan fungsi mental manusia dalam berbagai tahap
kehidupannya, mulai dari konsepsi hingga menjelang kematiannya. Mempelajari teori-teori
perkembangan tidak hanya berguna bagi orang tua dan guru dalam memberikan
pelayanan dan pendidikan kepada anak sesuai dengan tahap perkembangannya,
melainkan juga berguna dalam memahami diri kita sendiri dengan cara pendekatan
biologis, lingkungan dan suasana serta interaksi. Teori perkembangan akan
memberikan wawasan dan pemahaman tentang sejarah perjalanan hidup kita sendiri
( sebagai bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa atau usia lanjut ).
Manusia
mempunyai keistimewaan dari mahluk-mahluk yang lain, ia diciptakan oleh Allah
SWT begitu sempurna dan kesempurnaan ini manusia dapat meningkatkan
kehidupanya. Dengan berfikir atau bernalar, merupakan satu bentuk kegiatan akal
manusia melalui pengetahuan yang kita terima melalui panca indra diolah dan ditujukan
untuk mencapai suatu kebenaran. Aktivitas berfikir adalah berdialog dengan diri
sendiri dengan manisfestasinya, ialah mempertimbangkan , merenungkan,
menganalisis menunjukan alasan-alasan, membuktikan sesuatu,
menggolong-golongkan, membanding-bandingkan, menarik kesimpulan, meneliti suatu
jalan pikiran, mencari kualitasnya, membahas secara realitas dan lain-lain.
Sesuai dengan makna filsafat yaitu sebagai ilmu yang bertujuan untuk berusaha
memahami semua yang timbul dalam keseluruhan lingkup pengalaman manusia, maka
berfilosofis memerlukan suatu ilmu dalam mewujudkan pemahaman tersebut.
B. Rumusan
Masalah
Dari latar belakang di atas maka
dapat disimpulkan beberapa poin rumusan masalah diantaranya yaitu :
1. Apakah yang dimaksud dengan teori-teori
perkembangan manusia?
2. Apa hubungan antar filsafat manusia, dan
pendidikan?
C. Tujuan
Penelitian
Tujuan Penulisan dapat di uraikan sebagai
berikut :
1. Agar dapat mengetahui teori-teori
perkembangan manusia
2. Agar dapat mengetahui hubungan
antar filsafat manusia, dan pendidikan
D. Manfaat
Penulisan
Manfaat penulisan dalam makalah
ini yaitu, agar kita atau pembaca dapat mengetahui dan memahami mengenai
wawasan pengetahuan dari pengertian teori-teori perkembangan manusia, hubungan
antar filsafat manusia, dan pendidikan. Untuk menambah ilmu, wawasan,
pengetahuan, lebih dalam mempelajari dan mengkaji filsafat pendidikan dalam
kehidupan
E. Sistematika
Penulisan
Dalam sistematika penulisan makalah
ini terdiri dari tiga bab. Bab pertama; Pendahuluan, Latar belakang, Rumusan
masalah, Tujuan penulisan, Manfaat penulisan, Sistematika penulisan. Bab dua;
Pengertian: Teori-teori perkembangan manusia dan Hubungan antar filsafat
manusia, dan pendidikan. Bab tiga; Penutup: Kesimpulsan, dan Saran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Perkembangan Manusia
Secara umum, perkembangan dapat
diartikan sebagai perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali
(Werner, 1969). Beberapa psikolog membedakan arti kata ‘pertumbuhan’ dengan
‘perkembangan’, namun beberapa tidak. Pertumbuhan bisa diartikan sebagai
bertambah besarnya ukuran badan dan fungsi fisik yang murni, sedangkan
perkembangan lebih dapat mencerminkan sifat yang khas mengenai gejala
psikologis yang muncul (Monks, Knoers, Haditono, 1982).
Di sisi lain, perkembangan juga
dipandang secara menyeluruh, yang mencakup tiga aspek, yaitu:
1. Perkembangan fisik, seperti
perubahan tinggi dan berat.
2. Perkembangan kognitif, seperti
perubahan pada proses berpikir, daya ingat, bahasa.
3. Perkembangan kepribadian dan
social, seperti perubahan pada konsep diri, konsep gender, hubungan
interpersonal. (Atkinson, Atkinson, Smith, Bem, Hoeksema, 1996.)
Tentunya dalam mempelajari
perkembangan dan pertumbuhan manusia, seluruh aspek tersebut saling
berkaitan satu sama lain. Begitu juga dalam penggunaan di dalam konteks
pendidikan, ilmu mengenai perkembangan manusia sebaiknya dikuasai secara
menyeluruh agar mendukung kompetensi pendidik dalam memahami kondisi anak
didiknya
a. Tugas-tugas pertumbuhan dan
perkembangan Manusia
Tugas-tugas perkembangan pada masa
ini tumbuh atas dasar ketiga dorongan ini. Dunia sosial anak pada
masa ini sudah menjadi meluas, anak sudah keluar dari lingkungan keluarga dan
ini telah memasuki masa sekolah. Dalam lingkup ini sekolah memberikan
pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan dirinya. Di sekolah anak memperoleh
hubungan social secara lebih luas dan memperoleh pengalaman- pengalaman yang
baru banyak mempengaruhi dan membantu proses perkembangan khususnya dalam
menyelesaikan tugas-tugas perkembangan.
Ada Sembilan tugas-tugas
perkembangan pada masa ini, yaitu berikut ini :
1. Mempelajari keterampilan fisik
yang diperlukan untuk permainan mempelajari kehidupan fisik merupakan hal yang
penting unntuk permainan dan aktivitas fisik karena hal itu mempunyai nilai
yang tinggi pada masa anak-anak. Secara psikologis anak sebaya akan
mengajarkanya.
2. Membina sikap yang sehat terhadap
dirinya sendiri sebagai suatu organisme yang sedang berkembang
3. Belajar bergaul dengan teman
sebaya
4. Belajar berperan sebagai pria dan
wanita secara tepat
5. Mengembangkan dasar-dasar
keterampilan membaca,menulis, dan berhitung dengan baik
6. Mengembangkan konsep-konsep yang
diperlukan dalam kehidupan seahri-hari
7. Mengembangkan kata hati, moral,
dan skala-skala nilai
8. mencapai kemerdekaan pribadi
9. Mengembangkan sikap terhadap
kelompok dan lembaga-lembaga sosial.
b. Tahap-Tahap Perkembangan Manusia
Erikson mengelompokkan tahapan
kehidupan ke dalam 8 stage yang merentang sejak kelahiran hingga kematian :
1. Tahap Bayi (Infancy): Sejak lahir
hingga usia 18 bulan. Hasil perkembangan ego: trust vs mistrust (percaya vs
tidak percaya) Kekuatan dasar: Dorongan dan harapan
Periode ini disebut juga dengan
tahapan sensorik oral, karena orang biasa melihat bayi memasukkan segala
sesuatu ke dalam mulutnya. Sosok Ibu memainkan peranan terpenting untuk memberikan
perhatian positif dan penuh kasih kepada anak, dengan penekanan pada kontak
visual dan sentuhan. Jika periode ini dilalui dengan baik, bayi akan
menumbuhkan perasaan trust (percaya) pada lingkungan dan melihat bahwa
kehidupan ini pada dasarnya baik. Sebaliknya, bila gagal di periode ini,
individu memiliki perasaan mistrust (tidak percaya) dan akan melihat bahwa
dunia ini adalah tempat yang mengecewakan dan penuh frustrasi. Banyak studi
tentang bunuh diri dan usaha bunuh diri yang menunjukkan betapa pentingnya
pembentukan keyakinan di tahun-tahun awal kehidupan ini.
Di awal kehidupan ini begitu
penting meletakkan dasar perasaan percaya dan keyakinan bahwa tiap manusia
memiliki hak untuk hidup di muka bumi, dan hal itu hanya bisa dilakukan oleh
sosok Ibu, atau siapapun yang dianggap signifikan dalam memberikan kasih sayang
secara tetap.
2. Tahap Kanak-Kanak Awal (Early
Childhood): 18 Bulan hingga 3 tahun.
Hasil perkembangan ego: autonomy
vs shame (otonomi vs rasa malu)
Kekuatan dasar: Pengendalian diri,
keberanian, dan kemauan (will)
Selama tahapan ini individu
mempelajari ketrampilan untuk diri sendiri. Bukan sekedar belajar berjalan,
bicara, dan makan sendiri, melainkan juga mempelajari perkembangan motorik yang
lebih halus, termasuk latihan yang sangat dihargai: toilet training. Di
masa ini, individu berkesempatan untuk belajar tentang harga diri dan otonomi,
seiring dengan berkembangnya kemampuan mengendalikan bagian tubuh dan tumbuhnya
pemahaman tentang benar dan salah. Salah satu ketrampilan yant muncul di
periode adalah kemampuan berkata “TIDAK”. Sekalipun tidak menyenangkan orang
tua, hal ini berguna untuk pengembangan semangat dan kemauan.
Di sisi lain, ada kerentanan yang
bisa terjadi dalam periode ini, khususnya berkenaan dengan kegagalan dalam proses
toilet training atau mempelajari skill lainnya, yang mengakibatkan munculnya
rasa malu dan ragu-ragu. Lebih jauh, individu akan kehilangan rasa percaya
dirinya.
3. Tahap Usia Bermain (Play Age): 3
hingga 5 tahun
Hasil perkembangan ego: initiative
vs guilt (inisiatif vs rasa bersalah)
Kekuatan dasar: Tujuan
Periode
ini, individu biasanya memasukkan gambaran tentang orang dewasa di sekitarnya
dan secara inisiatif dibawa dalam situasi bermain. Anak laki-laki bermain
dengan kuda-kudaan dan senapan kayu, anak perempuan main “pasar-pasaran” atau
boneka yang mengimitasi kehidupan keluarga, mobil-mobilan, handphone mainan,
tentara mainan untuk bermain peran, dsb. Di masa ini, muncul sebuah kata yang
sering diucapkan seorang anak:”KENAPA?”
Sesuai dengan konsep Freudian, di
masa ini anak (khususnya laki-laki) juga sedang berjuang dalam identitas
gender-nya yang disebut “oedipal struggle”. Kita sering melihat anak laki-laki
yang bermain dengan alat kelaminnya, saling menunjukkan pada sesama anak
laki-laki, atau bahkan menunjukkan pada anak perempuan sebaya. Kegagalan
melalui fase ini menimbulkan perasaan bersalah. Hubungan yang signifikan di
periode ini adalah dengan keluarga inti (ayah, ibu, dan saudara).
4. Tahap Usia Sekolah (School Age):
Usia 6 – 12 tahun
Hasil perkembangan ego: Industry
vs Inferiority (Industri vs Inferioritas)
Kekuatan dasar: Metode dan
kompetensi
Periode ini sering disebut juga
dengan periode laten, karena individu sepintas hanya menunjukkan pertumbuhan
fisik tanpa perkembangan aspek mental yang berarti, berbeda dengan fase-fase
sebelumnya. Kita bisa simak, dalam periode sebelumnya pertumbuhan dan
perkembangan berbilang bulan saja untuk manusia agar bisa tumbuh dan
berkembang.
Ketrampilan baru yang dikembangkan
selama periode ini mengarah pada sikap industri (ketekunan belajar, aktivitas,
produktivitas, semangat, kerajinan, dsb), serta berada di dalam konteks sosial.
Bila individu gagal menempatkan diri secara normal dalam konteks sosial, ia
akan merasakan ketidak mampuan dan rendah diri.
Sekolah dan lingkungan sosial
menjadi figur yang berperan penting dalam pembentukan ego ini, sementara orang
tua sekalipun masih penting namun bukan lagi sebagai otoritas tunggal.
5. Tahap Remaja (Adolescence): Usia
12 hingga 18 tahun
Hasil perkembangan ego: Identity
vs Role confusion (identitas vs kebingungan peran)
Kekuatan dasar: devotion and
fidelity (kesetiaan dan ketergantungan)
Bila sebelumnya perkembangan lebih
berkisar pada apa yang dilakukan untuk saya, sejak stage perkembangan ini
perkembangan tergantung pada apa yang saya kerjakan. Karena di periode ini
individu bukan lagi anak tetapi belum menjadi dewasa, hidup berubah sangat
kompleks karena individu berusaha mencari identitasnya, berjuang dalam
interaksi sosial, dan bergulat dengan persoalan-persoalan moral.
Tugas perkembangan di fase ini
adalah menemukan jati diri sebagai individu yang terpisah dari keularga asal
dan menjadi bagian dari lingkup sosial yang lebih luas. Bila stage ini tidak
lancara diselesaikan, orang akan mengalami kebingungan dan kekacauan peran.
Hal utama yang perlu dikembangkan
di sini adalah filosofi kehidupan. Di masa ini, seseorang bersifat idealis dan
mengharapkan bebas konflik, yang pada kenyataannya tidak demikian. Wajar bila
di periode ada kesetiaan dan ketergantungan pada teman.
6. Tahap Dewasa Awal (Young
Adulthood): Usia 18 hingga 35 tahun
Hasil perkembangan ego: Solidarity
vs Isolation (Solidaritas vs isolasi)
Kekuatan dasar: affiliation and
love (kedekatan dan cinta)
Langkah awal menjadi dewasa adalah
mencari teman dan cinta. Hubungan yang saling memberikan rasa senang dan puas,
utamanya melalui perkawinan dan persahabatan. Keberhasilan di stage ini
memberikan keintiman di level yang dalam.
Kegagalan di level ini menjadikan
orang mengisolasi diri, menjauh dari orang lain, dunia terasa sempit, bahkan
hingga bersikap superior kepada orang lain sebagai bentuk pertahanan ego.
Hubungan yang signifikan adalah melalui perkawinan dan persahabatan.
7. Tahap Dewasa (Middle Adulthood):
Usia 35 hingga 55 atau 65tahun
Hasil perkembangan ego: Generativity
vs Self Absorption or Stagnation
Kekuatan dasar: production and
care (produksi dan perhatian)
Masa ini dianggap penting karena
dalam periode inilah individu cenderung penuh dengan pekerjaan yang kreatif dan
bermakna, serta berbagai permasalahan di seputar keluarga. Selain itu adalah
masa “berwenang” yang diidamkan sejak lama.
Tugas yang penting di sini adalah
mengejawantahkan budaya dan meneruskan nilai budaya pada keluarga (membentuk
karakter anak) serta memantapkan lingkungan yang stabil. Kekuatan timbul
melalui perhatian orang lain, dan karya yang memberikan sumbangan pada kebaikan
masyarakat, yang disebut dengan generativitas. Jadi di masa ini, kita takut
akan ketidak aktifan dan ketidak bermaknaan diri.
Sementara itu, ketika anak-anak
mulai keluar dari rumah, hubungan interpersonal tujuan berubah, ada kehidupan
yang berubah drastic, individu harus menetapkan makna dan tujuan hidup yang
baru. Bila tidak berhasil di stage ini, timbulah self-absorpsi atau stagnasi.
Yang memainkan peranan di sini adalh komunitas dan keluarga.
8. Tahap Dewasa Akhir (Late
Adulthood): Usia 55 atau 65tahun hingga mati
Hasil perkembangan ego: Integritas
vs Despair (integritas vs keputus asaan)
Kekuatan dasar: wisdom
(kebijaksanaan)
Orang berusia lanjut yang bisa
melihat kembali masa-masa yang telah dilaluinya dengan bahagia, merasa
tercukupi, dan merasa telah memberikan kontribusi pada kehidupan, ia akan
merasakan integritas. Kebijaksanaannya yang tumbuh menerima keluasan dunia dan
menjelang kematian sebagai kelengkapan kehidupan.
Sebaliknya, orang yang menganggap
masa lalu adalah kegagalan merasakan keputus asaan, belum bisa menerima
kematian karena belum menemukan makna kehidupan. Atau bisa jadi, ia merasa
telah menemukan jati diri dan meyakini sekali bahwa dogma yang dianutnyalah
yang paling benar.
B. Hubungan
Antara Filsafat, Manusia, dan Pendidikan
1. Manusia dan Filsafat
Karena manusia itu memiliki akal
pikiran yang senantiasa bergolak danberfikir, dan kerena situasi dan kondisi
alam dimana dia hidup selalu berubah-ubah dan penuh dengan peristiwa-peristiwa
penting bahkan dasyat, yang kadang-kadang dia tidak kuasa untuk menenteng dan
menolaknya, menyebabkan manusia itu tertegun, temenung, memikirkan segala hal
yang terjadi disekitar dirinya. Dipandangnya tanah tempat dia berpijak,
diliatnya bahwa segala sesuatu tumbuh diatasnya, berkembang, berbuah,dan
melimpah ruah.
Didalam sejaran umat manusia,
setelah kemampuan intelektual dan kemakmuranmanusia meningkat tinggi, maka
tampullah manusia-manusia unggul merenung dan memikir, menganalisa, membahas
dan mengupas berbagai problema dan permasalahan hidup dan kehidupan, sosial masyarakat,
alam semesta, dan jagad raya. Maka lahirlah untuk pertama kalinya filsafat
dalam periode pertama, selanjutnya filsafat alam periode dua, lalu sophisme,
kemudian filsafat klasik yang bermula kurang lebih enam abad sebelum Masehi.
Memang filsafat alam, baik periode
pertama maupun periode kedua, begitu pula pemikiran Sophisme, belumlah
mempunyai pengaruh yang mendalam, dalam bidang pendidikan. Berulah setelah
lahir filsafat klasik yang dipelopori oleh sokrates (470 SM – 399 SM), dan
murid-muridnya plato dan aristoteles, filsafat mulai berpengaruh positif dalam
bidang pendidikan.
Proses kehidupan umat manusia di
abad kedua puluh ini, semuanya perubahan-perubahan yang
drastis. Kebangunan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong
proses kehidupan umat manusia diatas permukaan planet bumi ini
ratusan tahun lebih maju dari abad-abad sebelumnya. Dua kali perang dunia telah
merubah status permukaan bumi secara drastis. Kemauan teknologi telah
mendekatkan jarak bumi yang jauh menjadi dekat sekali, seperti di
sebelah rumah saja. Apa yang terjadi di sutau negara pada detik ini
dan saat ini juga telah diketahui olehnegara-negara lain di dunia ini.
Jadi untuk menghadapi kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat sudah jelas sistem pendidikan,
teori pendidikan, dan filsafat pendidikan harus disesuaikan dengan situasi dan
kondisi dunia sekarang ini. Sistem pendidikan, teori pendidikan, filsafat pendidikan
dan peralatan pendidikan tradisional sudah jelas tidak akan dapat menjawab
tantangan zaman yang sekarang kita hadapi.
Kita harus mengakui bahwa dalam
sistem, teori,dan filsafat pendidikan kita masih mengiport dari negara lain.
Meskipun para ahli kita dalam bidang ini barangkali sudah ada, akan tetapi
belum berani tampil ke depan. Baiklah marilah! Kita gunakan sistem,
teori, peralatan dan filsafat pendidikan oran lain dulu, sebelum kita dapat
menciptakan sendiri semuanya itu, asal kita usahakan untuk menyeuaikannya
dengan kepribadian kita, kita ambil mana yang baik dan kita buang mana yang
mudharat, lalu kita jadikan hak milik kita sendiri. Jadi dalam hal ini harus
ada proses indonesialisme.
2. Filsafat
dan Teori Pendidikan
Hubungan fungsional antara
filsafat dan teori pendidikan tersebut, secara lebih rinci dapat diuraikan
sebgai berikut:
a.
Filsafat,dalam arti analisa filsafat adalah
merupakan salah satu cara pendekatan yang digunakan oleh para ahli pendidikan
dalam memecahkan problematika pendidikan dan menyusun teori-teori
pendidikannya, disamping menggunakan metoda-metoda ilmiyh lainnya.
b.
Fisafat, juga berfungsi memberikan arah agar
teori pendidikan yang telah berkembang oleh para ahlinya, yang berdasarkan dan
menurut pandangan dan aliran filsafat tertentu, mempunyai relefansi dengan
kehidupan nyata. Artinya mengarahkan agar teori-teori dengan pandangan filsafat
pendidikan yang telah dikembangkan tersebut bisa diterapkan dalam praktek
kependidikan sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan hidup yang juga berkembang
dalam masyarakat.
c.
Filsafat,
termasuk juga filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi untuk memberikan
petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu
pendidikan atau pedagogik.
Disamping hubungan fungsional
tersebut, antara filsafat dan teori pendidikan, juga terdapat hubungan yang
bersifat suplementer, sebagaimana dikemukakan oleh Ali Saefullah dalam bukunya
antara Filsafat dan pendidikan, sebagai berikut:
·
Kegiatan merumuskan dasar-dasar, dan
tujuan-tujuan pendidikan, konsep tentang sifat hakikat manusia, serta konsepsi
hakikat dan segi-segi pendidikan serta ini moral pendidikannya.
·
Kegiatan merumuskan sistem atau teori
pendidikan yang meliputi pelitik pendidikan, kepemimpinan pendidikan atau
organisasi pendidikan, metodologi pendidikan dan pengajaran, termasuk pola-pola
akultrasi dan peran pendidikan dalam pembangunan masyarakat dan negara.
Definisi diatas merangkum dua
cabang ilmu pendidikan, yaitu: filsafat pendidikan dan sistem atau
teori pendidikan dan hubungan antara keduanya adalahbehwa yang satu suplemen
terhadap yang lain dan keduanya diperlakukan oleh setiap guru sebagai pendidik
dan bukan hanya sebagai pengajar bidang studi tertentu.
3. Hubungan
antara Filsafat, Manusia dan Pendidikan
a. Kedudukan Filsafat dalam Ilmu
Pendidikan
Dalam ilmu pengetahuan, filsafat
mempunyai kedudukan sentral, asal, atau pokok. Karena filsafat lah yang
mula-mula merupakan satu-satunya usaha manusia dibidang kerohanian untuk
mencapai kebenaran atau pengetahuan.lambat laun sesuai dengan sifatnya, manusia
tidak pernah merasa puas dengan meninjau suatu hal dari sudut yang umum,
melainkan juga ingin memperhaikan hal-hal yang khusus.[3]
Kedudukan atau hubungan antara
filsafat dan ilmu pengetahuan atau berfikir filosofis dan berfikir ilmiah akan
dilengkapi uraian ini dengan piaget tentang epistemologi genetis, yaitu
fase-fase berfikir dan pikiran manusia dengan mengambil contoh perkembangan
akan mulai dari tahun pertama usia anak hingga dewasa sebagaimana diuraikan
oleh halford sebagai berikut:
Jasa utama dari piaget adalah
uraiannya mengenai perkembangan anak dalam hal tinggah laku yang terdiri atas
empat fase, yaitu:
1. Fase Sensorimotor, berlangsung antara umur 0 tahun sampai
usia dimana caraberfikir anak masih sangat ditentukanoleh kemampuan pengalaman
sensorinya, sehingga sangat sedikit terjadi peristiwa berfikir yang sebenarnya,
dimana tanggapan tidak berperan sama sekali dalam proses berfikir dan pikiran
anak.
2. Fase Pra-operasional, pada
usia kira-kira antara 5 – 8 tahun, yang ditandai adanya kegiatan berfikir
dengan mulai menggunakan tanggapan (disebut logika fungsional).
3. Fase Operasional
yang kongkrit, yaitu kegiatan berfikir untuk memecahkan persoalan secara
kongkrit dan terhadap benda-benda yang kongkrit pula.
4. Fase Operasi
Formal, pada anak dimulai usia 11 tahun. Anak telah mulai berfikir
abstrak, dengan menggunakan konsep-konsep yang umum dengan menggunakan hipotesa
serta memprosenya secara sistematis dalam rangka menyelesaikan problema
walaupun si anak belum mampu membayangkan kemungkinan-kemungkinan bagaimana
realisasinya.
Bisa disimpulkan bahwa ilmu
pengetahuan itu menerima dasarnya dari filsafat, antara lain :
·
Setiap ilmu pengetahuan itu mempunyai objek
dan problem.
·
Filsafat juga memberikan dasar-dasar yang
umum bagi semua ilmu pengetahuan dan dengan dasar yang umum itu dirumuskan
keadaan dari ilmu pengetahuan itu.
·
Di samping itu filsafat juga memberikan
dasar-dasar yang khusus yang digunakan dalam tiap-tiap ilmu pengetahuan.
·
Dasar yang diberikan oleh filsafat yaitu
mengenai sifat-sifat ilmu dari semua ilmu pengetahuan. Tidak mungkin tiap ilmu
itu meninggalkan dirinya sebagai ilmu pengetahuan dengan meninggalkan syarat
yang telah ditentukan oleh filsafat.
·
Filsafat juga memberikan metode atau cara
kepada setiap ilmu pengetahuan.
b.
Kedudukan Filsafat dalam Kehidupan Manusia
Untuk memberikan gambaran
bagaimana kedudukan filsafat dalam kehidupan manusia maka terlebih dahulu
diungkapkan kembali pengertian filsafat. Filsafat berarti cinta akan
kebijaksanaan. Jadi seorang filosof adalah orang yang mencintai kebijaksanaan
dan hikmat yang mendorong manusia itu sendiri untuk menjadi orang yang
bijaksana. Dalam arti lain, filsafat didifinisikan sebagai suatu pemikiran yang
radikal dalam arti mulai dari akarnya masalah samapai mencapai kebenaran
melalui tahapan pemikiran. Oleh karena itu seorang yang berfilsafat adalah
orang yang berfikir secara sadar dan bertanggung jawab dengan
pertanggungjawaban pertama adalah terhadap dirinya sendiri.
Filsafat dalam coraknya yang
religius bukanlah berarti disamakan dengan agama atau pengganti keduudkan
agama, walaupun filsafat dapat menjawab segala pertanyaan atau sial-soal yang
diajukan. Kedudukan agama sebagai pengetahuan adalah lebih tinggi daripada
filsafat karena didalam agama masih ada pengetahuan yang tak tercapai oleh budi
biasa adan hanya dapat diketahui karena diwahyukan.
Dari uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa keduudkan filsafat dalam kehidupan manusia adalah:
1. Memberikan
pengertian dan kesadaran kepada manusia akan arti pengetahuan
tentang kenyataan yang diberikan oleh filsafat.
2. Berdasarkan dasar-dasar hasil
kenyataan itu, maka filsafat memberikan pedoman hidup kepada manusia. Pedoman
itu mengenai segala sesuatu yang terdapat disekitar maunusia sendiri seperti
kedudukan dalam hubungannya dengan yang lainnya. Kita juga mengetahui bahwa
alat-alat kewajiban manusia meliputi akal, rasa dan kehendak. Dengan akal,
filsafat memberikan pedoman hidup untuk berfikir guna memperoleh pengetahuan.
Dengan rasa dan kehendak maka filsafat memberikan pedoman tentang kesusilaan
mengenai baik dan buruk.
Uraian mengenai filsafat
sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya kiranya akan banyak memberikan
gambaran dan kemudian dalam memahami lapangan pendidikan dan filsafat
pendidikan kemudian. Dan munculnya filsafat pendidikan sebagai suatuilmu baru
setelah tahun 1900-an tiada lain adalah sebagai akibat adanya hubungan
timbal-blik antara filsafat dan pendidikan, untuk memecahkan dan memjawab
persoalan-persoalan pendidikan secara filosofis.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
perkembangan dapat diartikan
sebagai perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali (Werner,
1969). Beberapa psikolog membedakan arti kata ‘pertumbuhan’ dengan
‘perkembangan’, namun beberapa tidak. Pertumbuhan bisa diartikan sebagai
bertambah besarnya ukuran badan dan fungsi fisik yang murni, sedangkan
perkembangan lebih dapat mencerminkan sifat yang khas mengenai gejala
psikologis yang muncul (Monks, Knoers, Haditono, 1982).
B. Saran
Makalah ini di sampaikan kepada Sekolah Tinggi Agama Islam Almusaddadiyah
selaku lembaga pendidikan yang mempelajari tentang filsafat pendidikan, Yayasan
Almusaddadiyah yang menaungi lembaga ini tidak lupa kepada rekan-rekan
Mahasiswa yang mempelajari mata kuliah filsafat pendidikan ini, semoga beramanfaat
dan menjadi bahan referensi juga koreksi dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, asmoro. 2010. Filsafat
Ilmu. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Bernadien, win usuluddin.
2011. Membuka Gerbang Filsafat. Yogyakarta : Pustaka Belajar
Ihsan, fuad. 2010. Filsafat
Ilmu. Jakarta : Rineka Cipta
Sadulloh, uyoh. 2011. Filsafat
Pendidikan. Bandung : Alfabeta
Solihin.2007. Perkembangan
Pemikiran Filsafat dari Klasik Hingga Modern.Bandung : Pustaka Setia
No comments:
Post a Comment