Friday, October 11, 2019

PROBLEMATIKA KUANTITAS DAN KULITAS PENDIDIKAN (Kapita Selekta Pendidikan)


MAKALAH
PROBLEMATIKA KUANTITAS DAN KULITAS PENDIDIKAN

“Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur
mata kuliah Kapita Selekta Pendidikan “
Dosen : Dr. Eko Setiawan, M.Pd


 








Disusun Oleh : Kelompok 1 (Satu)

(142100)

(142100)

(142100)

(142100)

(142100)


FAKULTAS TARBIYAH PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-MUSADDADIYAH GARUT
TAHUN 2017


KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Alloh SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, solawat serta salam semoga dilimpah curahkan kepada Nabi Muhamad SAW, Rasululloh terakhir yang diutus dengan membawa syari’ah yang mudah, penuh rahmat dan membawa keselamatan dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Berkat karunia serta hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur pada mata kuliah Kapita Selekta Pendidikan jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) semester 7. penyusun berusaha semaksimal mungkin berkarya dengan harapan makalah ini dapat membantu pencapaian kompetensi mahasiswa dalam rangka mengingkatkam kualitas bangsa Indonesia.
Makalah ini disajikan dengan bahasa yang mudah dipahami serta memuat aspek mengenai Problematika Kuantitas dan Kualitas Pendidikan.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pendidikan di Indonesia. Kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk memperbaiki makalah ini yang jauh dari kesempurnaan.
                                                                                                         


Garut,    Oktober 2017



Penyusun


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR . . . .  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .              i
DAFTAR ISI  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .  ii
BAB I PENDAHULUAN                             
A.    Latar belakang . . . . . . . . . . . . . . . . .  . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .       1
B.     Rumusan masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .       2
C.     Tujuan Penulisan .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .      2
D.    Manfaat Penulisan.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .    2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Kualitas dan Kuantitas pendidikan ………………………….……………...……. 3
B.     Problematika Kualitas dan Kuantitas Pendidikan ………………………………....4
C.     Solusi Problematika Pendidikan di Indonesia.……………………………………11
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .  12
B.     Saran. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .  12
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pendidikan Indonesia semakin hari kualitasnya makin rendah. Berdasarkan Survey United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), terhadap kualitas pendidikan di Negara-negara berkembang di Asia Pasific, Indonesia menempati peringkat 10 dari 14 negara. Sedangkan untuk kualitas para guru, kulitasnya berada pada level 14 dari 14 negara berkembang.
Salah satu faktor rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah karena lemahnya para guru dalam menggali potensi anak. Para pendidik seringkali memaksakan kehendaknya tanpa pernah memperhatikan kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki siswanya. Kelemahan para pendidik kita, mereka tidak pernah menggali masalah dan potensi para siswa. Pendidikan seharusnya memperhatikan kebutuhan anak bukan malah memaksakan sesuatu yang membuat anak kurang nyaman dalam menuntut ilmu. Proses pendidikan yang baik adalah dengan memberikan kesempatan pada anak untuk kreatif. Itu harus dilakukan sebab pada dasarnya gaya berfikir anak tidak bisa diarahkan.
Selain kurang kreatifnya para pendidik dalam membimbing siswa, kurikulum yang sentralistik membuat potret pendidikan semakin buram. Kurikulum hanya didasarkan pada pengetahuan pemerintah tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat. Lebih parah lagi, pendidikan tidak mampu menghasilkan lulusan yang kreatif. Ini salahnya, kurikulum dibuat di Jakarta dan tidak memperhatikan kondisi di masyarakat bawah. Jadi, para lulusan hanya pintar cari kerja dan tidak pernah bisa menciptakan lapangan kerja sendiri, padahal lapangan pekerjaan yang tersedia terbatas. Kualitas pendidikan Indonesia sangat memprihatinkan. Berdasarkan analisa dari badan pendidikan dunia (UNESCO), kualitas para guru Indonesia menempati peringkat terakhir dari 14 negara berkembang di Asia Pasifik. Posisi tersebut menempatkan negeri agraris ini dibawah Vietnam yang negaranya baru merdeka beberapa tahun lalu. Sedangkan untuk kemampuan membaca, Indonesia berada pada peringkat 39 dari 42 negara berkembang di dunia. Lemahnya input quality, kualitas guru kita ada diperingkat 14 dari 14 negara berkembang. Ini juga kesalahan negara yang tidak serius untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Dari sinilah penulis mencoba untuk membahas lebih dalam mengenai pendidikan di Indonesia dan segala dinamikanya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang di maksud dengan Kuantitas dan Kualitas pendidikan ?
2.      Apa saja Problematika Kuantitas dan Kualitas pendidikan di Indonesia
3.      Bagaiman solusi terhadap Kuantitas dan kualitas pendidikan di Indonesia ?

C.    Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan adalah untuk mengetahui masalah-masalah apa saja yang terjadi pada pendidikan di Indoensia yang dillihat dari kualitas pendidikannya semakin hari semakin menurun.

D.    Manfaat Penulisan
Dari penulisan ini diharapkan mendatangkan manfaat berupa penambahan pengetahuan serta wawasan penulis kepada pembaca tentang keadaan pendidikan sekarang ini sehingga kita dapat mencari solusinya secara bersama agar pendidikan di masa yang akan dapat meningkat baik dari segi kualitas maupun kuantitas yang diberikan.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kualitas dan Kuantitas pendidikan
Dalam keseharian kita, sebagian besar energi kehidupan tercurah untuk hal-hal terkait pendidikan. Sadar atau tidak, bahwa pendidikan adalah proses sepanjang hayat. Pendidikan seperti mata-rantai yang saling terkait, membentuk lingkaran, dan dipengaruhi faktor lingkungan eksternal. Untuk menciptakan lulusan lembaga pendidikan yang berkualitas, berarti proses pendididikan dan pembelajaran juga harus berkualitas. Ini berarti guru dan tenaga kependidikan juga harus berkualitas, dan sarana pembelajaran yang juga harus baik. Guru, tenaga kependidikan, dan sarana pembelajaran yang baik, dihasilkan dari perencanaan, aturan, dan kebijakan yang baik pula.
Masalah kualitas dan kuantitas tidak boleh saling mengorbankan, tetapi harus berjalan seiring. Mengejar kuantitas dengan mengesampingkan kualitas, akan membuat hancur dunia pendidikan. Sementara, jika mengedepankan kualitas dan mengabaikan kuantitas, akan membuat dunia pendidikan terseok-seok.
Demikian pula masalah kesenjangan antar-wilayah, yang meliputi penyediaan tenaga pendidik dan kependidikan, gedung sekolah, sarana pendukung, dan sebagainya. Keberadaan guru, sebagai fasilitator dalam pembelajaran adalah sangat vital. Guru harus diposisikan sebagai pihak yang mengemban amanah pendidikan. Masalah penempatan dan peningkatan kualitas guru adalah wewenang pemerintah.
Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan pendidikan. Negara bertugas menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas bagi warganya. Warga masyarakat pun diberi ruang untuk berpartisipasi menyelenggarakan pendidikan, sebagai representasi dari tanggungjawab bersama terhadap pendidikan.
Masalah pendidikan, merupakan tanggung jawab bersama, bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Tapi jelas, pemerintah juga tidak bisa melepas tanggung jawab. Diperlukan keseimbangan dalam memerankan diri mengupayakan perbaikan bidang pendidikan. Pemerintah bertanggungjawab terhadap aturan-aturan dan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan, sehingga setiap kebijakan harus didasarkan para perencanaan yang matang dan mempertimbangkan berbagai situasi yang ada.
B.  Problematika Kualitas dan Kuantitas Pendidikan
Kualitas pendidikan di Indonesia sekarang ini sangat rendah dari apa yang di harapkan dan tujuan dari pendidikan itu sendiri tidak sesuai. Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan, khususnya di Indonesia yaitu :
1.      Faktor internal, meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan daerah, dan juga sekolah yang berada di garis depan.Dalam hal ini, interfensi dari pihak-pihak yang terkait sangatlah dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu terjaga dengan baik.
2.      Faktor eksternal, adalah masyarakat pada umumnya. Dimana, masyarakat merupakan ikon pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan yaitu sebagai objek dari pendidikan.
Banyak faktor-faktor yang menyebabkan kualitas pendidikan di Indonesia semakin terpuruk. Faktor-faktor tersebut yaitu :
1.      Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
2.      Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
Kendati secara kuantitas jumlah guru di Indonesia cukup memadai, namun secara kualitas mutu guru di negara ini, pada umumnya masih rendah. Secara umum, para guru di Indonesia kurang bisa memerankan fungsinya dengan optimal, karena pemerintah masih kurang memperhatikan mereka, khususnya dalam upaya meningkatkan profesionalismenya. Secara kuantitatif, sebenarnya jumlah guru di Indonesia relatif tidak terlalu buruk. Apabila dilihat ratio guru dengan siswa, angka-angkanya cukup bagus yakni di SD 1:22, SLTP 1:16, dan SMU/SMK 1:12. Meskipun demikian, dalam hal distribusi guru ternyata banyak mengandung kelemahan yakni pada satu sisi ada daerah atau sekolah yang kelebihan jumlah guru, dan di sisi lain ada daerah atau sekolah yang kekurangan guru. Dalam banyak kasus, ada SD yang jumlah gurunya hanya tiga hingga empat orang, sehingga mereka harus mengajar kelas secara paralel dan simultan.
Bila diukur dari persyaratan akademis, baik menyangkut pendidikan minimal maupun kesesuaian bidang studi dengan pelajaran yang harus diberikan kepada anak didik, ternyata banyak guru yang tidak memenuhi kualitas mengajar (under quality).
Hal itu dapat dibuktikan dengan masih banyaknya guru yang belum sarjana, namun mengajar di SMU/SMK, serta banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka miliki. Keadaan seperti ini menimpa lebih dari separoh guru di Indonesia, baik di SD, SLTP dan SMU/SMK. Artinya lebih dari 50 persen guru SD, SLTP dan SMU/SMK di Indonesia sebenarnya tidak memenuhi kelayakan mengajar. Dengan kondisi dan situasi seperti itu, diharapkan pendidikan yang berlangsung di sekolah harus secara seimbang dapat mencerdaskan kehidupan anak dan harus menanamkan budi pekerti kepada anak didik. “Sangat kurang tepat bila sekolah hanya mengembangkan kecerdasan anak didik, namun mengabaikan penanaman budi pekerti kepada para siswanya.
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentralpendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikanyang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.
3.      Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Dengan pendapatan yang rendah, terang saja banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya.
Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas.
Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen.
4.      Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.
Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for Development Programme (UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi tentang kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang berjudul Human Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding dengan negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di bawahnya.
Dalam skala internasional, menurut Laporan Bank Dunia (Greaney,1992), studi IEA (Internasional Association for the Evaluation of Educational Achievement) di Asia Timur menunjukan bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah. Rata-rata skor tes membaca untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1 (Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia).
Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.
Selain itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science Study-Repeat-TIMSS-R, 1999 (IEA, 1999) memperlihatkan bahwa, diantara 38 negara peserta, prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk IPA, ke-34 untuk Matematika. Dalam dunia pendidikan tinggi menurut majalah Asia Week dari 77 universitas yang disurvai di asia pasifik ternyata 4 universitas terbaik di Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-61, ke-68, ke-73 dan ke-75.
5.      Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi MurniPendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
6.      Rendahnya Relevansi Pendidikan dengan Kebutuhan
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S1 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.
7.      Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikandari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.
Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.
Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.
Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.
Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperolehpendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk cuci tangan.pendidikan merupakan usaha yang disengaja dan terencana untuk membantu perkembangan potensi dan kemampuan anak agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya sebagai seorang individu dan sebagai warga negara masyarakat  dengan memilih isi (materi), strategi, kegiatan dan teknik yang sesuai.
Permasalahan pendidikan adalah perbedaan program-program pendidikan antara yang diharapkan dengan kenyataan yang terlaksana dilapangan. Menurut ( TAP MPR RI No. II/MPR/1993 ), semakin besar atau lebar perbedaan yang di cita-citakan dengan yang ternyata ditemui dilapangan, semakin besar, rumit atau komplek permasalahan tersebut.


C.  Solusi Problematika Pendidikan di Indonesia
Untuk mengatasi masalah-masalah, seperti rendahnya kualitas sarana fisik, rendahnya kualitas guru, dan lain-lain seperti yang telah dijelaskan diatas, secara garis besar ada dua solusi yaitu:
·         Solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.
·         Solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.
·         Solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.
Maka dengan adanya solusi-solusi tersebut diharapkan pendidikan di Indonesia dapat bangkit dari keterpurukannya, sehingga dapat menciptakan generasi-generasi baru yang ber SDM tinggi, berkepribadian pancasila dan bermartabat.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Banyak sekali factor yang menjadikan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Factor-faktor yang bersifat teknis diantaranya adalah rendahnya kualitas guru, rendahnya sarana fisik, mahalnya biaya pendidikan, rendahnya prestasi siswa, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan. Namun sebenarnya yang menjadi masalah mendasar dari pendidikan di Indonesia adalah sistem pendidikan di Indonesia itu sendiri yang menjadikan siswa sebagai objek, sehingga manusia yang dihasilkan dari sistem ini adalah manusia yang hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Maka disinilah dibutuhkan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi segala permasalahan pendidikan di Indonesia.

B.     Saran
Penulis mengetahui bahwa makalah ini belum sempurna, untuk itu diharapkan kepada dosen pembimbing serta pembaca ikut memberikan saran agar makalah ini lebih baik untuk selanjutnya.







DAFTAR PUSTAKA



No comments:

Post a Comment

LOGO SMP-IT ALKHOIRIYYAH GARUT