ISLAM SEBAGAI SUMBER NILAI DALAM PENDIDIKAN
DAN PELAKSANAAN PENDIDIKAN ISLAM
SEBAGAI SUATU SISTEM NILAI
MAKALAH
“Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur mata kuliah
Pendidikan Nilai”
Dosen : Husnan Sulaiman M.pd
Disusun Oleh : Kelompok 4 (Empat)
Dini Nurasyifah
|
(14210033)
|
Rizki Nurul Huda Hoeriah
|
(14210077)
|
Abdul Mu’min
|
(14210004)
|
Ayub Zakaria
|
(14210036)
|
Zaed Zaenudin
|
(14210091)
|
FAKULTAS TARBIYAH PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM
AL-MUSADDADIYAH
GARUT
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan ke hadirat Alloh SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, solawat
serta salam semoga dilimpah curahkan kepada Nabi Muhamad SAW, Rasululloh
terakhir yang diutus dengan membawa syari’ah yang mudah, penuh rahmat dan
membawa keselamatan dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Berkat karunia serta
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi salah satu
tugas terstruktur pada mata kuliah Pendidikan Nilai jurusan Pendidikan Agama
Islam (PAI) semester 4. Kami berusaha semaksimal mungkin berkarya dengan
harapan makalah ini dapat membantu pencapaian kompetensi mahasiswa dalam rangka
mengingkatkam kualitas bangsa Indonesia.
Makalah
ini disajikan dengan bahasa yang mudah dipahami serta memuat aspek mengenai Islam Sebagai Sumber Nilai Dalam Pendidikan Dan Pelaksanaan
Pendidikan Islam Sebagai Suatu Sistem Nilai.
Semoga makalah ini
bermanfaat bagi pendidikan di Indonesia. Kami mengharapkan saran dan kritik
yang membangun untuk memperbaiki makalah ini yang jauh dari kesempurnaan.
Garut,
Mei 2016
Penyusun,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . i
DAFTAR ISI
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
B. Rumusan
masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . 2
C. Tujuan
penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . 2
D. Manfaat
Penulisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . 2
E. Sistematika
Penulisan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Islam Sebagai Sumber Nilai Dalam Pendidikan. . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . 4
B. Pendidikan
Islam Secara Luas. . ………………………….. . . . . . . . . . . . .
. . . . 8
C. Dasar-Dasar
Sistem Pendidikan Islam…………………………………………… 9
D. Al-Qur’an
dan Hadits Sebagai Dasar Filosofis Pelaksanaan Pendidikan Islam……11
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . 14
Saran.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14
DAFTAR PUSTAKA.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . …. . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . …… 15
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan nilai berperanan penting dalam upaya mewujudkan manusia
Indonesia yang utuh. Pembinaan nilai sebagai bagian yang tak terpisahkan dari
pendidikan dapat menjadi sarana ampuh dalam menangkal pengaruh-pengaruh negatif,
baik pengaruh yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Sejalan dengan
derap laju pembangunan dan laju perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan
seni (IPTEKS), serta arus reformasi sekarang ini, pembinaan nilai semakin
dirasa penting sebagai salah satu alat pengendali bagi tercapainya tujuan
pendidikan nasional secara utuh. Namun, sekarang ini tampak ada gejala di
kalangan anak muda, bahkan orang tua yang menunjukkan bahwa mereka mengabaikan
nilai dan moral dalam tata krama pergaulan yang sangat diperlukan dalam suatu
masyarakat yang beradab (civil society). Dalam era reformasi sekarang ini
seolah-olah orang bebas berbuat apa saja sesuai dengan kehendaknya. Misalnya,
perkelahian massal, penjarahan, pemerkosaan, pembajakan kendaraan umum,
penghujatan, perusakan tempat ibadah, lembaga pendidikan, kantor-kantor
pemerintahan dan sebagainya, yang menimbulkan korban jiwa dan korban
kemanusiaan.
Bangsa Indonesia saat ini tidak hanya mengalami proses pendangkalan
nilai yang seharusnya dimiliki serta dihayati dan dijunjung tinggi. Nilai-nilai
itu kini bergeser dari kedudukan dan fungsinya serta digantikan oleh
keserakahan, ketamakan, kekuasaan, kekayaan dan kehormatan. Dengan pergeseran
fungsi dan kedudukan nilai itu, kehidupan bermasyarakat dan berbangsa dirasakan
semakin hambar dan keras, rawan terhadap kekerasan, kecemasan, bentrok fisik
(kerusuhan) dan merasa tidak aman. Dekadensi moral juga tercermin dalam sikap
dan perilaku masyarakat yang tidak dapat menghargai orang lain, hidup dan
perikehidupan bangsa dengan manusia sebagai indikator harkat dan martabatnya.
Nilai-nilai moral menempatkan hak asasi manusia (HAM) sebagai ukuran pencegahan
pelanggaran-pelanggaran berat, seperti pembunuhan, pemerkosaan, perkelahian,
penculikan, pembakaran, perusakan dan lain-lain.
Dengan demikian, salah satu problematika kehidupan bangsa yang
terpenting di abad ke-21 adalah nilai moral dan akhlak. Kemerosotan nilai-nilai
moral yang mulai melanda masyarakat kita saat ini tidak lepas dari
ketidakefektifan penanaman nilai-nilai moral, baik di lingkungan keluarga,
sekolah dan masyarakat secara keseluruhan. Efektivitas paradigma pendidikan
nilai yang berlangsung di jenjang pendidikan formal hingga kini masih sering
diperdebatkan.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas, maka kami menyusun
sebuah makalah sederhana yang berjudul “Islam Sebagai Sumber Nilai Dalam
Pendidikan Dan Pelaksanaan Pendidikan Islam Sebagai Suatu Sistem Nilai” sebagai
sebuah atensi dalam membumikan Pendidikan Nilai di Indonesia pada umumnya dan
khususnya di lembaga-lembaga pendidikan itu sendiri.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat disimpulkan beberapa poin
rumusan masalah diantaranya yaitu :
1.
Bagaimana
Peranan agama islam sebagai sumber nilai dalam pendidikan ?
2.
Bagaimana
Pelaksanaan pendidikan islam sebagai suatu sistem nilai ?
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan dapat di uraikan sebagai berikut :
1.
Agar
mengetahui Peranan agama islam sebagai sumber nilai dalam pendidikan ?
2.
Agar
mengetahui Pelaksanaan pendidikan islam sebagai suatu sistem nilai ?
D.
Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan dalam makalah ini yaitu, kita atau pembaca dapat
memahami dan mengetahui mengenai wawasan pemahaman mengenai Islam sebagai
sumber nilai dalam pendidikan dan Pelaksanaan pendidikan islam sebagai suatu
sistem nilai. Untuk memperluas wawasan dan pandangan mahasiswa/mahasiswi
terhadap prospek perkembangan pendidikan nilai.
E.
Sistematika Penulisan
Dalam sistematika penulisan, kami merangkum tiga bab. Bab pertama
yaitu terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan,
manfaat penulisan dan sistematika penulisan. Bab ke dua membahas mengenai Islam
Sebagai Sumber Nilai Dalam Pendidikan Dan Pelaksanaan Pendidikan Islam Sebagai
Suatu Sistem Nilai. Bab ke tiga yaitu bab penutup membahas mengenai kesimpulan
dan saran-saran.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Islam Sebagai Sumber Nilai Dalam Pendidikan
Sejak masa kenabian sampai saat ini,
Islam tetap diakui sebagai ajaran (risalah) agama yang sangat compatible dengan
cita-cita kemajuan ilmu pengetahuan dan pembentukan peradaban ummat. Di pandang
dari segi teologis, Islam memiliki sistem ketuhanan yang sempurna, yang
mengatur kehidupan alam semesta ini secara totalitas. Singkatnya, kehadiran Islam
selain mengajarkan bagaimana membangun transendensi yang kokoh, tetapi juga
memberi implikasi praksis-empiris, yakni membawa misi kerahmatan bagi semesta
alam.
Namun, secara faktual yang terjadi
dilapangan eksistensi Islam belum memperlihatkan suatu ajaran yang compatible
dengan kemajuan sebagaimana yang dimaksud di atas, tetapi dalam beberapa hal
ajaran agama justru dipahami secara parsial yang pada gilirannya membuat umat
Islam itu sendiri terjebak pada dataran normativ, eskatologis dan berlawanan
dengan nilai-nilai kedinamisannya. Munculnya wacana gagasan Islam liberal
misalnya, telah melahirkan reaksi yang justru mematikan substansi pemikiran
ummat.
Nampaknya masih ada kesenjangan
antara cita-cita, pesan moral dan kenyataan yang sesungguhnya. Karena sampai
saat ini, literatur keagamaan semacam ini masih agak ‘terbatas', dibandingkan
dengan literatur keagamaan yang ranah kajiannya berbau konseptual dan sulit diimplementasikan
pada dataran praksis.
Menurut Muslim A. Kadir (2003) saat
ini perlu gagasan dan paradigma baru bahwa tentang pentingnya ilmu Islam
terapan (`amali) sebagai jawaban terhadap kesenjangan literatur keagamaan
selama ini. Sebab, warisan khazanah pemikiran yang banyak kita kaji sebelumnya
hanya berkisar pada tataran konseptual yang cenderung bersifat abstrak dan
bernuansa eskatologis. Pengembangan ilmu dalam Islam harus mencapai tahap yang
mampu berdaya untuk memberikan manfaat konkret bagi umat Islam khususnya, dan
masyarakat dunia pada umumnya.
Memahami doktrin Islam -landasan
normativ- berarti harus diturunkan menjadi pesan dan petunjuk dalam
mengkonstruksi ilmu pengetahuan yang elegan bagi kehidupan umat. Saat ini,
problema yang masih dirasakan oleh umat Islam adalah kesenjangan antara ide dan
kenyataan. Sehingga fenomena ini mengaharuskan bagi kita untuk menelaah kembali
dengan menggunakan pendekatan dan metologis yang tepat.
Salah satu upaya untuk menjembatani
kesenjangan tersebut -kata Kadir- harus dilakukan faktualisasi. Yakni suatu
proses yang mengubah ide dalam Islam menjadi fakta dalam keberagamaan pemeluk.
Proses ini berisi rangkaian kegiatan pemeluk yang merupakan pelaksanaan
universalitas misi dan petunjuk dalam doktrin Islam, bagi kehidupan konkret
masyarakat. Ujung akhir dari proses faktualisasi adalah Islam, yang bukan hanya
sebagai ide, namun sudah meruang-waktu dalam wujud tampilan konkret, lengkap
dengan sifatnya, keadaan, tempat dan waktu tertentu, dapat di indra, dalam
kehidupan konkret pemeluk, dan dapat ditunjuk sebagai satuan keberagamaan.
Proses faktualisasi dapat dipahami
sebagai singularitas keberagamaan dalam agama Islam. Perubahan universalitas
menjadi singularitas ini sejajar dengan perubahan dari agama menjadi keberagamaan
pada diri pemeluk. Dalam konteks ini, keberagamaan berarti menjalankan atau
melaksanakan ajaran agama. Tanpa melalui proses faktualaisasi kandungan doktrin
agama sulit mengakar rumput.
Sebagaimana digagas oleh para ilmuan
Muslim terdahulu, kita dapat menjumpai sebuah termenologi "ideal
moral" dan "legal formal" untuk merumuskan tabiat keberagamaan
dalam sumber ajaran Islam. Term pertama, menunjuk pada pesan moral dan nilai
kemanusiaan yang terdapat dalam ajaran, sedang kedua pada tampilan dan cenderung
bernuansa baku dari pelaksanaan ajarannya. Untuk term yang pertama dapat
diterima, namun term kedua terdapat banyak yang keberatan.
Gagagasan tentang ilmu Islam amali
berangkat dari kenyataan bahwa masalah-masalah kontemporer saat ini tidak dapat
dijelaskan dan dijawab dengan mewarisi intelektual Islam (kondisi sosial
keagamaan mereka) begitu saja. Sebab bukan tidak mungkin warisan khazanah
mengalami suatu -yang disebut Thomas S. Kuhn - tahap anomali. Jadi pembongkaran
ulang terhadap pemikiran sebelumnya sangat mungkin untuk dilakukan, dan jalan
keluarnya adalah merumuskan paradigma baru.
Keterbatasan ilmu Islam untuk
menjawab dan menyelesaikan masalah ummat, kata A, Kadir- mengakibatkan
ketidakberhasilannya secara maksimal untuk mencapai tujuan risalah seperti pada
masa Rasullullah dan masa formasi Islam (Golden Age of Islam). Tidak jarang,
banyak penulis seperti; Lothrop Stoddrad, George Antonius, Albert Hourani, W.
Montgomery Watt, dan penulis Barat lainnya, atau oleh Ahmad Amin, Ahmad
Syalaby, Niyazi Berkes, dan penulis-penulis Timur lainnya digambarkan sebagai
periode kemunduran Islam. Aspek kemunduran ini tidak hanya terbatas pada
dimensi politik semata, melainkan juga meluas sampai ke dimensi sosial, budaya,
ilmu pengetahuan bahkan yang lebih memprihatinkan adalah justru kemunduran di
bidang keagamaan.
Kondisi kehidupan seperti ini tidak
hanya menghambat, melainkan sudah menggagalkan pencapaian tujuan risalah. Oleh
karena itu, -kata A. Kadir- pokok bahasan, perspektif umum dan metode pemecahan
masalah ilmu Islam, tidak lagi berhenti pada norma atau pemikiran spekulatif,
melainkan secara pasti harus menjangkau terapan ajaran dalam kehidupan praktis
atau dimensi ‘amali dari keberagamaan Islam.
Karena itu, paradigma yang perlu
dibangun untuk membentuk ilmu Islam amali dapat dirumuskan dengan menggunakan
pendekatan ahkamy, falsafy dan wijdany. Membangun keberagamaan perlu ditandai
dengan kegiatan intelektual yang didasarkan pada paradigma tersebut. Dengan
demikian, kualitas risalah dalam konteks sosiokulturalnya, sangat ditentukan
oleh seberapa jauh potensi intelektual di dalam masing-masing paradigma itu.
Kerangka paradigma di atas,
merupakan kunci pokok untuk memperoleh universalitas pesan moral dan nilai
kemanusiaan yang terkandung dalam kitab suci maupun dari sunnah Rasulullah. Di
sinilah faktualisasi itu bergerak menuju kondisi sosial yang saat ini
berkembang sebagaimana substansi ajaran agama itu diturunkan di muka bumi ini.
Jadi tidak ada kesulitan yang berarti, jika ada upaya untuk menafsirkan dan menta'wilkannya
dengan secara kritis. Karena secara epistemologis, upaya melakaukan hal itu
selaras dengan pandangan al-qur'an yang sangat tinggi menghargai kedudukan
akal.
Kesemprnaan ajaran bukan bukan
berarti tidak membutuhkan kerja keras untuk berusaha memahami dan menangkap
substansi kandungannya. Karena itu, kajian keilmuan baik yang bersifat
keagamaan, masalah ilmu-ilmu sosial, humaniora sangat membutuhkan kerangka
metodologis yang sistematis yang dapat diuji kebenarannya. Ilmu dan agama
sama-sama memiliki sifat yang mendorong pada nilai pragmatis. Jika terjadi
pemisahan antara kedua jantung keilmuan tersebut, maka kehancuran dan
sekularisme sulit bisa disembuhkan.
Dalam konteks sosiokultural, antara
ajaran agama dan kemajuan sains harus dapat berjalan seiring dan seirama.
Secara sosiologis keduanya sama-sama memiliki fungsional untuk membentuk diri
manusia sejahtera, bahagia dan rasa aman.
Pengembangan petunjuk dalam ajaran
Islam diharapkan menjadi sains keagamaan, dan pada akhirnya dapat ditumbuhkan teknologi
untuk memberdayakan potensi agama. Jika tahap perkembangan ini tercapai, maka
keunggulan dan manfaat ajaran agama tidak berhenti pada keyakinan semata, namun
sudah dapat dibuktikan dalam praksis kehidupan.
B.
Pendidikan
Islam Secara Luas
Dalam dunia filsafat, filsafat pendidikan merupakan suatu
bentuk filsafat khusus, yaitu suatu cabang dari filsafat yang sasaran
pembahasannya dalam bidang pendidikan, dan merupakan pedoman bagi perancang dan
orang-orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran islam.
Dengan demikian filsafat pendidikan islam pada hakikatnya
merupakan landasan dasar bagi penyusunan suatu system pendidikan islam.
Pemikiran-pemikiran filsafat pendidikan islam menjadi pola dasar bagi para ahli
pendidikan islam mengenai bagaimana system pendidikan yang dikehendaki
dan sesuai dengan konsep ajaran islam, yang berhubungan dengan pendidikan.
Kata sistem berasal dari
bahasa Yunani, systema yang berarti cara atau strategi. Istilah
sistem dari bahasa Yunani juga diartikan sebagai suatu keseluruhan yang
tersusun dari banyak bagian whole compounded of several parts. Dalam bahasa inggris system berarti
sistem, susunan, jaringan, cara. Sistem juga diartikan sebagai suatu strategi,
cara berfikir atau model berfikir.Sistem juga dikatakan sebagai
kumpulan berbagai komponen yang masing- masing saling terkait, tergantung, dan saling menentukan.
Pada awalnya pendekatan
sistem digunakan dalam bidang teknik, tetapi pada akhir tahun 1990 dan awal
1960 an, pendekatan sistem mulai diaplikasikan dalam bidang pendidikan seperti
merumuskan masalah, analisis kebutuhan, analisis masalah, desain metode, dan
materi instruksional pelaksanaan secara eksperimental, menilai dan merivisi dan
sebagainya.
Dengan demikian
pendekatan sistem merupakan proses pemecahan masalah yang logis atau mencapai
hasil pendidikan secara efektif dan efesien.
Hubungan antara pemikiran filsafat dengan sistem
pendidikan agaknya dapat ditelusuri dari pelaksanaan pendidikan islam di zaman
permulaan islam hingga ke zaman klasik. Direntang masa tersebut, diduga system
pendidikan islam belum dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran filsafat asing.
Alasan yang kuat, antara lain bahwa dizaman-zaman tersebut secara politis islam
masih menjadi negara adikuasa. Hingga cukup beralasan kalau Rogen Baconmenyatakan
“jika seseorang ingin menemukan kebenaran, maka ia seharusnya mempelajarinya
dari orang-orang arab (muslim). Dan seperti diakuinya, metode empiris yang ia
kembangkan, berasal dari metode pendidikan yang dikembangkan dalam system
pendidikan islam. Metode ini dikenal dengan Minhaj al- Tajribiyat al-
Arabiyat, adalah sebagai metode pendidikan yang banyak dipelajari oleh
para ilmuan Eropa menjelang berakhirnya zaman keemasan Bani Umayyah di
Andalusia.
C.
Dasar-Dasar
Sistem Pendidikan Islam
Dasar sistem pendidikan islam identik dengan dasar ajaran
islam itu sendiri. Keduanya berasal dari sumber yang sama yaitu Al-Qur’an dan
hadits. Kemudian dasar tadi dikembangkan dalam pemahaman para ulama dalam
bentuk qiyas syar’i, ijma’ yang diakui, ijtihad dan tafsir yang benar dalam
bentuk hasil pemikiran yang menyeluruh dan terpadu tentang jagat raya, manusia,
masyarakat, dan bangsa, pengetahuan kemanusiaan dan akhlak, dengan menunjuk
kedua sumber asal (al-Qur’an dan hadits) sebagai sumber utama.
Menjadikan Al-Qur’an dan hadits sebagai dasar pemikiran
dalam membina system pendidikan, bukan hanya dipandang sebagai kebenaran yang
didasarkan kepada keyakinan semata. Lebih jauh kebenaran itu juga sejalan
dengan kebenaran yang dapat diterima oleh nalar dan bukti sejarah, sebagaimana
yang telah dikemukakan sebelumnya. Dengan demikian, kebenaran itu bisa kita
kembalikan pada pembuktian akan kebenaran pernyataan firman allah :
”Al-Qur’an tidak ada keraguan padanya petunjuk
bagi mereka yang bertaqwa”(Q.2:2).
Kebenaran yang dikemukakannya mengandung kebenaran yang
hakiki, bukan kebenaran yang spekulatif, lestari dan tidak bersifat tentative
(sementara).
“ Sesungguhnya kami menurunkan al-Qur’an dan sesngguhnya
kami tetap memeliharanya.( Q.15:9).
Kebenaran yang seperti itu pula yang dijadikan dasar
pemikiran dalam Pembinaan system pendidikan islam.
Berbeda dengan kebenaran yang dibuat oleh hasil pemikiran
manusia. Kebenaran nalar produk manusia, bagaimanapun terbatas oleh uang dan
waktu. Selain itu hasil pemikiran tersebut mengandung muatan subyektivitas,
sesuai dengan sudut pandang masing-masing. Adanya kedua faktor ini mendorong
hasil pemikiran para ahli pendidikan ntuk membuahkan konsep pendidikan yang
sesuai dengan pandangan pandangan hidup masing-masing.
Setiap masyarakat, bagaimanapun mempunyai falsafah dan
pandangan hidup yang mereka nilai sesuai asas dalam membentuk generasi yang
akan datang sebagai generasi pewaris. Adanya berbagai aliran pemikiran filsafat
berupa faham-faham menunjukkan bukti keragaman pandangan hidup itu. Dan dengan
demikian tujuan yang akan dicapai oleh system pendidikan pada prinsipnya tak
terlepas dari asas filsafat yang mereka anut.
Dasar adalah landasan tempat berpisah atau tegaknya
sesuatu agar sesuatu tersebut tegak berdiri dalam suatu bangunan yaitu fondamen
yang menjadi landasan bangunan tersebut agar bangunan itu tegak dan kokoh
berdiri, demikian pula dasar sistem pendidikan islam yaitu fondamen yang
menjadi landasan atau asas agar pendidikan islam dapat tegak berdiri agar tidak
mudah roboh karena tiupan angin kencang berupa ideologi.
D. Al-Qur’an dan Hadits Sebagai Dasar Filosofis
Pelaksanaan Pendidikan Islam
1. Al-Qur’an.
Allah
berfirman yang artinya:
“Dan demikian kami wahyukan
kepadamu wahyu (Al-Qur’an) dengan perintah kami. Sebelumnya kamu tidaklah
mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan Al-Qur’an itu cahaya yang
kami kehendaki diantara hamba-hamba kami. Dan sesungguhnya kamu
benar-benarbenar memberi petunjuk kepada jalan yang benar ( QS. Asy-Syura : 52
)”
Nabi
SAW juga bersabda, yang artinya:
“ Sesungguhnya orang mu’min
yang paling dicintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak taat
kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada hamba-Nya, sempurna akal pikirannya,
serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka beruntung dan memperoleh
kemenangan ia”
Dari
ayat dan hadis di atas tadi dapat diambil kesimpulan bahwa Al-Qur’an diturunkan
kepada umat manusia untuk memberi petunjuk ke arah jalan hidup yang lurus dalam
arti memberi bimbingan dan petunjuk kearah jalan yang diridhai Allah SWT. Dan
menurut Hadist Nabi, bahwa diantara sifat orang mukmin ialah saling menasihati
untuk mengamalkan ajaran Allah, yang dapat diformulasikan sebagai usaha atau
dalam bentuk pendidikan Islam.
Bagi
umat Islam dasar agama Islam merupakan fondasi utama keharusan berlangsungnya
pendidikan. Karena ajaran Islam bersifat universal yang kandungannya sudah
tercakup seluruh aspek kehidupan ini. Pendidikan dalam arti umum mencakup
segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya,
pengetahuannya, kecakapannya, serta keterampilannya kepada generasi muda untuk
memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan
sebaik-baiknya.
Corak
pendidikan itu erat hubungannya dengan corak penghidupan, karenanya jika corak penghidupan
itu berubah, berubah pulalah corak pendidikannya, agar si anak siap untuk
memasuki lapangan penghidupan itu. Pendidikan itu memang suatu usaha yang
sangat sulit dan rumit, dan memakan waktu yang cukup banyak dan lama, terutama
sekali dimasa modern dewasa ini. Pendidikan menghendaki berbagai macam teori
dan pemikiran dari para ahli pendidik dan juga ahli dari filsafat, guna
melancarkan jalan dan memudahkan cara-cara bagi para guru dan pendidik dalam
menyampaikan ilmu pengetahuan dan pengajaran kepada para peserta didik.
Islam
adalah agama yang membawa misi agar ummatnya menyelenggarakan pendidikan dan
pengajaran. Al-Qur’an yang pertama kali turun adalah berkenaan tentang masalah
keimanan juga pendidikan dalam firman-Nya yang artinya:
“
Bacalah dengan (menyebut ) nama tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan
manusia dengan segumpal darah. Bacalah dan tuhanmulah yang paling pemurah yang
mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan manusia apa yang
tidak diketahui. (Qs. Al-Alaq 1-5 )
Dari
ayat ayat tersebut diatas dapatlah diambil kesimpulan bahwa seolah-olah tuhan
berkata hendaklah manusia meyakini akan adanya adanya tuhan pencipta manusia.
Selanjutmya untuk memperkokoh keyakinan dan memelihara agar tidak luntur
hendaklah melaksanakan pendidikan dan pengajaran.
2. As-
Sunnah
Sunnah
merupakan dasar sistem pendidikan islam yang kedua setelah Al-Qur’an, Banyak
hal yang bersifat global atau universal dalam Al-Qur’an dijelaskan melalui
sunnnah.
Salah
satu hal yang harus diperhatika dalam sistem pendidikan islam ialah skap
kesungguhan dari seorang pendidik. Rasulullah saw adalah juru didik dan beliau
juga menjunjung tinggi terhadap pendidikan dan motivasi agar berkiprah kepada
pendidikan dan pengajaran. Rosulullah saw bersabda yang artinya :
“Barang
siapa yang menyembunyikan ilmunya maka tuhan akan mengekangnya dengan kekang
berapi”.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Terpuruknya bangsa dan negara Indonesia dewasa ini tidak hanya
disebabkan oleh krisis ekonomi melainkan juga oleh krisis nilai dan akhlak.
Oleh karena itu, perekonomian bangsa menjadi ambruk, korupsi, kolusi,
nepotisme, dan perbuatan-perbuatan yang merugikan bangsa merajalela.
Perbuatan-perbuatan yang merugikan dimaksud adalah perkelahian, perusakan,
perkosaan, minum minuman keras, dan bahkan pembunuhan. Keadaan seperti itu,
terutama krisis nilai dan akhlak terjadi karena kesalahan dunia pendidikan atau
kurang berhasilnya dunia pendidikan dalam menyiapkan generasi muda bangsanya.
Dunia pendidikan telah melupakan tujuan utama pendidikan yaitu
mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara simultan dan
seimbang. Dunia pendidikan kita telah memberikan porsi yang sangat besar untuk
pengetahuan, tetapi melupakan pengembangan sikap/nilai dan perilaku dalam
pembelajarannya. Dunia pendidikan sangat meremehkan mata-mata pelajaran yang
berkaitan dengan pembentukan karakter bangsa.
Oleh karena itu, reposisi, re-evaluasi dan redefinisi terhadap
"rumpun" Pendidikan Nilai khususnya, dipandang perlu agar tujuan
kurikuler dan tujuan nasional pendidikan yang bermaksud menyiapkan generasi
bangsa yang berwatak luhur dapat tercapai.
B.
Saran
Makalah ini di sampaikan kepada Sekolah Tinggi Agama Islam Almusaddadiyah
selaku lembaga pendidikan yang mempelajari tentang pendidikan nilai, Yayasan
Almusaddadiyah yang menaungi lembaga ini tidak lupa kepada rekan-rekan
Mahasiswa yang mempelajari mata kuliah pendidikan nilai ini, semoga beramanfaat
dan menjadi bahan referensi juga koreksi dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Elmubarok,
Z. (2008). Membumikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.
Kurniawan,
K. 2008. Paradigma Baru Pendidikan Moral. http://groups.google.co.id, 27
Agustus 2008.
Mulyana,
R. 2004. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.
Sudrajat,
A. (2008) Konsep, Ruang Lingkup dan Sasaran Pendidikan Umum. [Online].
Tersedia: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/11/08/
konsep-ruang-lingkup-dan-sasaran-pendidikan-umum. [11 Nov 2008]
Tiweng,
T. (2008). Penanaman Pendidikan Nilai. [Online]. Tersedia: http://www. freelists.org/archives/ppi/09-2005/msg00225.html.
[11 November 2008]
Trimo.
(2007). Pendekatan Penanaman Nilai dalam Pendidikan. [Online]. Tersedia:
http://re-searchengines.com/0807trimo.html. [16 Sept 2008]
Zakaria,
T.R. (2008) Pendekatan-pendekatan Pendidikan Nilai dan Implementasi dalam
Pendidikan Budi Pekerti. [Online]. Tersedia: http://groups.yahoo. com
/group/pakguruonline/message/131. [11 November 2008)
No comments:
Post a Comment