Monday, January 22, 2018

TEORI-TEORI SOSIOLOGI DALAM PENDIDIKAN

TEORI-TEORI SOSIOLOGI DALAM PENDIDIKAN

A.     Teori  Evolusi
Veeger, Karel (1993:79), Charles Darwin(1809-1882) ia membuktikan bahwa  variasi dan diferensiasi besar di alam flora dan fauna merupakan hasil suatu proses yang amat lama. Proses itu bercirikan empat hal yaitu struggle for life, survival of the fittest , natural selection dan progress.
Aguste Comte (1798-1857) mengambil ciri khas manusia yaitu akal budinya sebagai prinsip evolusi. Akal budi manusia dikekang oleh suatu hukum atau daya gerak evolusioner dari dalam diri yang secara bertahap menyebabkan umat manusia mula-mula berpikir kongkret dan partikular, lantas berpikir abstrak dan umum dan akhirnya positif dan empiris.
Dadang supardan(155-156) menjelaskan bahwasannya dalam buku yang berjudul principles of sociology (1876-1896) Herbert Spencer, seorang sosiologi inggris mengemukakan Teori Evolusi Sosial sebagai berikut:
1.      Masyarakat yang merupakan suatu organisme, berevolusi menurut pertumbuhan manusia seperti tubuh yang hidup, masyarakat bermula seperti kuman yang berasal dari massa yang dalam, segala hal dapat dibandingkan dengan massa itu dan sebagian diantaranya akhirnya dapat didekati. (Spencer dalam Lauer, 2003:80).
2.      Suku primitif berkembang melalui peningkatan jumlah anggotanya,perkembangan itu mencapai suatu titik dimana suatu suku terpisah menjadi beberapa suku yang secara bertahap timbul beberapa perbedaan satu sama lain. Perkembangan ini dapat terjadi, seperti pengulangan maupun terbentuk dalam proses yang lebih luas dalam penyatuan beberapa suku. Penyatuan itu terjadi tanpa melenyapkan pembagian yang sebelumnya disebabkan oleh pemisahan.
3.      Pertumbuhan masyarakat tidak sekedar menyebabkan perbanyakan dan penyatuan kelompok, tetapi juga meningkatkan kepadatan penduduk atau meningkatkan solidaritas, bahkan massa yang lebih akrab.
4.      Dalam tahapan masyarakat yang belum beradab (uncivilised) itu bersifat homogen karena mereka terdiri dari kumpulan manusia yang memiliki kewenangan, kekuasaan,  dan fungsi yang relatif sama terkecuali masalah jenis kelamin.
5.      Suku nomaden memiliki ikatan karena dipersatukan oleh ketundukan kepada pemimpin suku. Ikatan ini mengikat hingga mencapai masyarakat beradab yang cukup untuk diintegrasikan bersama selama “selama 1000 tahun lebih “.
6.      Jenis kelamin pria, didentikkan dengan simbol-simbol yang menuntut kekuatan fisik, seperti keprajuritan, pemburu, nelayan, dan lain-lain.
7.      Kepemimpinan muncul sebagai konsekuensi munculnya keluarga yang sifatnya tidak tetap atau nomaden.
8.      Wewenang dan kekuasaan seseorang ditentukan oleh kekuatan fisik dan kecerdikkan seseorang, selanjutnya kewenagan dan kekusaan tersebut memiliki sifat yang diwariskan dalam keluarga tertentu.
9.      Peningkata kapasitaspun menandai proses pertumbuhan masyarakat. Organisasi-organisasi sosial yang mulanya masih samar-samar, pertumbuhannya mulai mantap secara perlahan-lahan, kemudian adat menjadi hukum, hukum menjadi semakin khusus dan institusi sosial semakin terpisah berbeda-beda. Jadi, dalam berbagai hal memenuhi formula evolusi. Ada kemajuan menuju ukuran, ikatan, keanekaragaman bentuk, dan kepastian yang semakin besar (Spencer dalam Lauer, 2003:81).
10.  Perkembanganpun ditandai oleh adanya pemisaha unsur-unsur religius da sekuler. Begitupun sistem pemerintahan  bertambah kompleks, diferensiasipun timbul dalam organisasi sosial, termasuk tumbuhnya kelas –kelas sosial dalam masyarakat yang ditandai oleh suatu pembagian kerja.

B.     Teori Struktural Fungsionalisme
Pendekatan fungsionalisme tidak bersifat historis dan tidak mengikuti  perkembangan suatu gejala social, seperti  misalnya keluarga dalam tahap-tahapnya dikurun waktu melainkan statis.  Veeger, Karel J (1993 : 87), Gerhard dan Jean Lenski dalam bukunya Human Societies (1974 : 28) menyebutkan  enam keharusan fungsional yaitu komunikasi, produksi, distribusi, pertahanan, penggatian anggota lama, dan kontrol sosial.
Teori menekannkan pada keteraturan dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Konsep-konsep utamanya adalah: fungsi,disfungsi,fungsi laten,fungsi manifest, dan keseimbangan. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap stuktur dalam system social,fungsional terhadap yang lain. Sebaliknya kalau tidak fungsional terhadap yang lain maka struktur itu tidak aka nada atau akan hilang dengan sendirinya. Penganut teori ini adalah Robert K.Merton dan Talcott Parson.
Penganut teori ini hanya cenderung untuk melihat kepada sumbangan suatu system peristiwa terhadap system yang lain dan karena itu mengabaikan bahwa suatu peristiwa atau suatu system dapat beroperasi menentang fungsi-fungsi lainnya dalm suatu system social. Secara ekstrim teori ini beranggapan bahwa semua peristiwa dan semua struktur adalah funsional bagi masyarakat. Dengan demikian pada tingkat tertentu.misalnya peperangan,ketidaksamaan social,perbedaan ras, bahkan kemiskinan,”diperlukan” oleh suatu masyarakat. Perubahan dapat terjadi secara perlahan-lahan dalam masyarakat. Kalau terjadi konflik,penganut teori ini memusatkan perhatiannya kepada masalah begaimana cara menyelesaikan sehingga masyarakat tetap dalam keseimbangan.
Beberapa ahli teori modern yang dianggap sebagai wakil tradisi ‘ talcott pnarsons dan Robert K merot, para sosiolog yang kurang terkenal juga mengemukan bahasa dan konsep fungsionalisme walaupun terkadang tanpa menguji konsep secara krotis atau hanya mengapresiasikan implikasi penggunaan belaka.
Asumsi-asumsi dasarnya adalah bahwa seluruh struktur social atau setidaknya yang diprioritaskan, menyumbangkan terhadap suatu interaksi dan adapti system yang berlaku. Pada umumnya para fungsionalis telah mencoba menunjukkan bahwa suatu pola yang ada telah memenuhi “ kebutuhan system “ yang pital dan menjelaskan eksistensi pola tersebut. Zeitlin (1998, hal 03).
C.     Teori Konflik
Tokoh utama dalam teori ini, selain Karl Marx, adalah Ralp Dahrendorf,Georg Simmel,C.Wright Mills, dan L.A Coser. Asumsi dasar teori konflik ini antara lain bahwa masyarakat senantiasa berada dalam proses perubahan yang ditandai oleh pertentangan yang terus-menerus di antara unsur-unsurnya. Setiap elemen dalam masyarakat memberikan sumbangan terhadap disintegrasi social. Keteraturan yang terdapat dalam suatu masyarakat itu hanyalah disebabkn karena adanya tekanan atau pemaksaa kekuasaan dari atas oleh golongan yang berkuasa. Teori konflik ternyata agak mengabaikan keteraturan dan stabilitas yang memang ada dalam masyarakat disamping konflik itu sendiri.
Veeger, Karel J (1993 : 92), teori konflik menyatakan bahwa barang yang berharga seperti kekuasaan dan wewenang, benda-benda material, dan apa yang menghasilkan kenikmatan, agak langka, sehingga tidak dapat dibagi sama rata diantara rakyat. Maka telah muncul golongan-golongan dan kelompok-kelompok oposisi, yang merasa diri dirugikan dan menginginkan porsi lebih besar bagi dirinya sendiri atau hendak menghalang-halangi atau mencegah pihak lain memperoleh atau menguasai barang itu.
Teori konflik dalam sosiologi untuk sementara waktu membatasi diri dan hanya bermaksud menerangkan antagonisme atau ketegangan antara pihak berkuasa dengan pihak yang dikuasai dalam rangka pengorganisasian struktural yang tertentu.
Penalaran teori konflik adalah sebagai berikut :
1.      Kedudukan orang-orang didalam kelompok atau masyarakat tidak sama, karena ada pihak yang berkuasa dan berwenang dan ada pihak yang tergantung.
2.      Perbedaan dalam kedudukan menimbulkan kepentingan-kepentingan yang berbeda pula.
3.      Mula-mula sebagian kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda itu tidak disadari dan karenanya dapat disebut “kepentingan sembunyi “(latent interests) yang tidak akan meletuskan aksi.
4.      Konflik itu akan berhasil membawa perubahan dalam struktur relasi-relasi sosial, kalau kondisi-kondisi  tertentu telah dipenuhi yaitu kondisi –kondisi yang menyangkut keorganisasian, kondisi-kondisi  yang menyangkut konflik sendiri dan ada kondisi-kondisi yang menentukan bentuk dan besarnya perubahan struktural.
Teori konflik memandang bahwa kemiskinan didunia ketiga sebagai akibat proses perkembangan kapitalis didunia barat. Kalau Negara yang berkembang ingin maju maka harus mampu melepaskan dan memutuskan hubungan dengan Negara-negara kapitalis. Teori konflik ini meskipun sangat ringkih namun mendapat dukungan yang luas terutama dari kalangan intelektual muda dikalangan Negara yang berkembang.
Perkembangan pendidikan hanya merupakan suatu proses strata pikasi social yang cenderung memperkuat posisi kaum yang selam ini memiliki keistimewaan. Beberapa asumsi dari teori konflik ;
1.      Manusia sebagai makhluk hidup memiliki sejumlah kepentingan yang paling dasar yang mereka inginkan dan berusaha untuk mendapatkannya
2.      Kekuasaan mendapatkan penekanan sebagai pusat hubungan social
3.      Ideology dan nilai-nilai dipandang sebagai suatu senjata yang digunakan oleh kelompok yang berbeda dan mungkin bertentangan untuk mengejar kepentingan sendiri
Teori konflik sangat bertentangan dengan teori structural fungsional, penganut paham teori konflik terdapat perbedaan yang tajam dan tidak kalah serunya dengan perbedaan penganut struktural fungsional. Zamroni (1988, hal 30-32).
Asumsi dasar teori konflik menurut karl marx menyatakan bawa masyarakat senantiasa berada dalam proses perubahan yang ditandai oleh pertentangan yang terus menerus diantara unsur-unsurnya. Syamsir (2006, hal 09)
D.     Teori Aksi
Syamsir ( 2006,hal 09-10) menjelaskan, Teori ini sepenuhnya mengikuti karya max  weber. Tokoh teori ini antara lain plorient znaniccki, Robert max iver talcol parson, hinkle parto dan Durkheim. Asumsi dasar teori aksi adalah bahwa tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subjek dan dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai objek ; sebagai subjek manusia bertindak atau berperilaku untuk mencapai tujuan tertentu.
Beberapa asumsi fundamental teori aksi yang dikemukakan oleh linkle dengan merujuk karya max iver znanniccki dan parson adalah sebagai berikut :
1.      Tindakan manusia muncul ari kesadarannya sendiri sebagai subjek dan dari situasi dalam posisinya sebagai objek
2.      Sebagai subjek manusia bertindak untuk mencapai tujuan tertentu
3.      Dalam bertindak manussia menggunakan cara, teknik, prosedur, serta perangkat yang cocok untuk mencapai tujuan
4.      Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang tak dapat diubah dengan sendirinya
5.      Manusia memilih menilai mengevaluasi terhadap tindakan yang akan, sedang dan yang telah dilakukannya
6.      Aturan ukuran prinsip moral diharapkan timbul pada saat pengambilan keputusan study mengenai antar hubungan social memerlukan pemakaian teknik penemuan yang bersifat subjekti

E.     Teori Interaksionisme Simbolik 
Istilah “ interaksionisme Simbolik” berasal dari Herbeart Blumer, yang telah mengembangkan teori dari George Herbert Mead. Veeger,Karel J (1993 : 95), Blumer, Herbeart dan George Herbert  Mead menegaskan bahwa perilaku manusia tidak dapat diuraikan secara memadai dengan hanya memakai skema-skema determinitis seperti skema stimulus-respons dari  behaviorisme atau skema variable independen –variabel  dependen dari fungsionalisme.
Interaksionisme Simbolik memahami perilaku sebagai  rancangan yang artinya manusia sendiri membentuk perilakunya dengan memakai unsur-unsur  yang disediakan oleh situasi. Gambaran masyarakat Interaksionisme  Simbolik berlainan dari gambaran yang dibuat oleh Funsionalisme. Dimana berhadapan dengan suatu gambaran yang statis dan beku , Interaksionisme Simbolik memperlihatkan  gambaran yang pluralistik dan serba berubah-ubah.
F.       Teori  Fenomenologi
Syamsir (2006, hal 11), Alfred de eschutz berpendapat bahwa teori fenomenologi adalah tindakan manusia menjadi suatu hubungan social bila manusia memberikan arti atau makna tertentu terhadap tindakan tertentu dan manusia lain memahami pula tindakannya itu sebagai suatu yang penuh arti. Pemahaman secara subjektif terhadap sesuatu tindakan sangat menetukan kelangsungan proses interaksi social.
Walaupun istilah fenomenologi untuk menandai suatu metode filsafat yang ditemukan oleh Edmund huserl, namun mereka yang telah merujukkan diri mereka dengan menamakan kaum fenomenologis atau yang dianggap kaum lain. Fenomenologi bukanlah suatu aliran atau suatu system. Bahkan istilah ” gerakan “ sebagai mana yang digunakan penganut sejarah fenomenologi mengalamatkan suatu kesalahan, ketidak jelasan label fenomenologi tidak menurunkan famornya yang telah diperkenalkan sejak decade abad 19-an. Zeidlin (1998, hal 208).
G.     Etnometodologi
Entometodologi adalah cabang dari fenomenologi yang mempelajari dan berusaha menangkap arti dan makna kehidupan sosial suatu masyarakat berdasarkan ungkapan-ungkapan atau perkataan-perkataan yang mereka ucapkan atau ungkapkan secara eksplisit maupun implisit. Menurut teori ini seorang sosiolog tidak perlu memberikan arti/makna kepada apa yang dibuat oleh orang lain atau kelompok, tetapi tugas sosiolog adalah menemukan bagimana orang-orang atau anggota masyarakat membangun dunia sosialnya sendiri dan mencoba menemukan bagaimana mereka memberi arti atau makna kepada dunia sosialnya sendiri. Misalnya di Manggarai ada istilah Bisbalar dan Gegerta. Kedua ungkapan ini sering ditemukan dalam sebuah perkawinan. ‘Bisbalar’ artinya bisa dibawa larikah! Dan jawaban dari pemudi;”Gegerta’ artinya tunggu hingga pagi hari. Arti ungkapan itu adalah bahwa pemudi mau di bawa lari tapi tunggu hingga pagi tiba. Dalam tiap masyarakat memiliki peribahasa atau ungkapan-ungkapan semacam ini yang harus ditemukan artinya oleh seorang sosiolog.
Tokoh terkemuka teori ini adalah Harold Garfinkel.
H.    Teori perilaku (Behavioral theory)
Teori perilaku dibangun dalam rangka menerapkan prinsip-prinsip psikologi perilaku ke dalam sosiologi. Teori ini memusatkan perhatiannya kepada hubungan antara akibat dari tingkah laku yang terjadi di dalam lingkunagn actor dengan tingkah laku actor. Konsep dasar teori ini adalah mengenai “reinforcement”(penguatan) yang dapat diartikan sebagai ganjaran (reword).
Tak ada sesuatu yang melekat dalam dalam objek yang dapat menimbulkan ganjaran. Pengulangan tinglah laku tak dapat dirumuskan terlepas dari efeknya terhadap perilaku itu sendiri. Perulanagn dirumuskan dalam pengertiannya terhadap actor. Suatu ganjaran yang tak membawa pengaruh terhadap actor tak akan diulang.

I.       Teori pertukaran (Exchange Theory)
Tokoh utam teori ini adalah George human. Teori ini dibangun dengan maksud sebagai reaksi terhadap paradigm fakta sosial, terutama menyerang Durkheim, terutama pandanagnnya terhadap emergence (kemunculan reaksi) dan psikologi. Proposisi yang perlu diperhatikan antara lain adalah bahwa tinggi ganjaran (reword) yang diperoleh atau yang akan diperoleh makin besar kemungkinan sesuatu tingkah laku yang akan diulang, dengan demikian pula sebaliknya. Makin tinggi biaya atau ancaman hukuman (punishment) yang kan diperoleh, maka kecil kemungkinan tingkah laku yang serupa akan diulang. Adanya hubungan berantai antara berbagi stimulus dan antara berbagi tanggapan.

Implikasi  teori-teori sosiologi dalam pendidikan

1.      Teori structural fungsional
Dimana teori ini menekankan pada fungsi peran dari struktur sosial yang menekankan pada konsensus dalam suatu masyarakat. Struktur itu sendiri berarti suatu sistem yang terlembagakan dan saling berkaitan. Kaitannya dengan pendidikan, Talcot Parson mempunyai pandangan terhadap fungsi sekolah diantaranya:
a.       Sekolah sebagai sarana sosialisasi. Dimana sekolah mengubah orientasi kekhususan ke universalita salah satunya yaitu mainset selain mewarisi budaya yang ada juga membuka wawasan baru terhadapdunia luar. Selain itu juga mengubah alokasi seleksi (sesuatu yang diperoleh bukan dengan usaha seperti hubungan darah, kerabat dekat, dll) ke peran dewasa yang diberikan penghargaan berdasarkan prestasiyang sesungguhnya.
b.      Sekolah sebagai seleksi dan alokasi dimana sekolah memberikan motivasi-motivasi prestasi agar dapatsiap dalam dunia pekerjaan dan dapat dialokasikan bagi mereka yang unggul.
c.       Sekolah memberikan kesamaan kesempatan. Suatu sekolah yang baik pastinya memberikan kesamaan hak dan kewajiban tanpa memandang siapa dan bagaimana asal usul peserta didiknya.
2.       Teori Konflik
Dimana dalam teori ini tidak mengakui kesamaan dalam suatu masyarakat. Menurut Weber,stratifikasi merupakan kekuatan sosial yang berpengaruh besar. Seperti halnya dalam sekolah, pendidikan merupakan variabel kelas atau status. Pendidikan akan mengantar sesorang untuk mendapatkan status yang tinggi yang menuju kearah konsumeris yang membedakan dengan kaum buruh. Namun tekanan disini bukan pada pendidikannya melainkan pada unsur kehidupan yang memisahkan dengan golongan lain. Menurut Weber, dalam dunia kerja belum tetntu mereka yang berpendidikan tinggi lebih trampil dengan mereka yang diberi latihan-latihan, namun pada kenyataanya mereka yang berpendidikan tinggi yang menduduki kelas penting. Jadi pendidikan seperti dikuasai oleh kaum elit, dan melanggengkan posisinya untuk mendapatkan status dan kekuasaannya.
3.      Teori interaksionisme simbolik
Dimana teori ini berasumsi bahwa kehidupan sosial hanya bermakna pada tingkat individual yang realita sosial itu tidak ada. Sebagai contoh buku bagi seorang berpendidikan merupakan suatu hal yang penting, namun bagi orang yang tidak mengenyam pendidikan tidak bermanfaat
4.      Teori aksi
Bahwa tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subjek dan dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai objek ; sebagai subjek manusia bertindak atau berperilaku untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi usaha seorang guru sangat dibutuhkan dalam mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan dalam bentuk motivasi dan penguatan agar mereka lebih terpacu demi tercapainya suatu tujuan.
5.       Teori Evolusi
Ciri khas manusia yaitu akal budinya sebagai prinsip evolusi. Akal budi manusia dikekang oleh suatu hukum atau daya gerak evolusioner dari dalam diri yang secara bertahap menyebabkan umat manusia mula-mula berpikir kongkret dan partikular, lantas berpikir abstrak dan umum dan akhirnya positif dan empiris.  Dalam teori ini terjadinya perubahan pola pikir manusia akibat dari perubahan yang terjadi baik dari dalam maupun dari luar diri manusia tersebut,disini pendidikan juga berperan penting dalam mengubah pola pikir seseorang dari ia tidak tau menjadi tau sehingga akal dan budinya pun akan berubah dan menjadi manusia yang lebih baik. Berguna untuk dirinya sendiri maupun orang lain.
6.      Teori fenomenologi
Tindakan manusia menjadi suatu hubungan social bila manusia memberikan arti atau makna tertentu terhadap tindakan tertentu dan manusia lain memahami pula tindakannya itu sebagai suatu yang penuh arti. Pemahaman secara subjektif terhadap sesuatu tindakan sangat menetukan kelangsungan proses interaksi social. Maka dari itu pentingnya penanaman nilai tolong menolong dan saling memberi kepada anak semenjak dini. Seperti pepatah “ Siapa yang menuai benih ia akan menuai padi,Jika ia menuai angin maka ia akan menuai badai “.
7.      Teori Etnometodologi
Entometodologi adalah cabang dari fenomenologi yang mempelajari dan berusaha menangkap arti dan makna kehidupan sosial suatu masyarakat berdasarkan ungkapan-ungkapan atau perkataan-perkataan yang mereka ucapkan atau ungkapkan secara eksplisit maupun implisit. Pendidikan tidak hanya akan mengubah kehidupan seseorang melalui ilmu yang diberikan tetapi juga cara pemikiran seseorang melalui semua hal yang ia dapat baik dari manusia itu sendiri (guru) tetapi juga alam
8.      Teori perilaku
Teori ini memusatka perhatiannya kepada hubungan antara akibat dari tingkah laku yang terjadi di dalam lingkungan actor dengan tingkah laku actor. Konsep dasar teori ini adalah mengenai “reinforcement”(penguatan) yang dapat diartikan sebagai ganjaran (reword). Metode seperti ini dapat digunakan dalam pembelajaran diPAUD karena anak usia dini memiliki rasa ingin ingin tahu yang sangat tinggi, biarkan ia melakukan apa yang ia hendak lakukan tugas kita hanya mengawasi, maka ia akan tahu apa pembelajaran yang ia dapat dari aktifitas yang ia lakukan akan mendapatkan penguatan atau reword .
9.      Teori pertukaran
Bahwa tinggi ganjaran (reword) yang diperoleh atau yang akan diperoleh makin besar kemungkinan sesuatu tingkah laku yang akan diulang, dengan demikian pula sebaliknya. Makin tinggi biaya atau ancaman hukuman (punishment) yang akan diperoleh, maka kecil kemungkinan tingkah laku yang serupa akan diulang. Adanya hubungan berantai antara berbagi stimulus dan antara berbagi tanggapan Hampir sama dengan teori tingkah laku, teori pertukan ini merupakan yang dampak dari apa yang telah kita lakukan,sama halnya dengan pembagian nilai disekolah jika anak mendapatkan nilai yang tinggi dan ia mendapatka penguatan maka ia akan belajar lebih giat dan akan mempertahankannya. Begitupun sebaliknya.



No comments:

Post a Comment

LOGO SMP-IT ALKHOIRIYYAH GARUT